REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Perdana Menteri Sri Lanka Mahinda Rajapaksa mengimbau para pengunjuk rasa untuk mengakhiri demonstrasi massal selama berminggu-minggu. Unjuk rasa yang terjadi menyerukan pemerintah untuk mengundurkan diri atas krisis ekonomi terburuk negara itu dalam beberapa dekade.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Rajapaksa mengatakan pemerintah meluncurkan rencana untuk membangun kembali negara itu. Dia meyakinkan setiap detik yang dihabiskan para pengunjuk rasa untuk berdemonstrasi di jalan-jalan menghilangkan peluang untuk menerima mata uang asing.
"Teman-teman, setiap detik Anda memprotes di jalanan, negara kita kehilangan kesempatan untuk menerima potensi dolar," kata Rajapaksa.
Rajapaksa dan saudaranya, Presiden Gotabaya Rajapaksa, telah menjadi fokus protes yang dimulai karena kekurangan bahan bakar, makanan, dan kebutuhan pokok lainnya, serta pemadaman listrik harian. Cadangan devisa yang semakin menipis dan utang luar negeri 25 miliar dolar AS dengan hampir 7 miliar dolar AS akan jatuh tempo tahun ini.
Pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) diharapkan akhir bulan ini. Pemerintah Sri Lanka telah beralih ke Cina dan India untuk pinjaman darurat untuk membeli makanan dan bahan bakar.
Rajapaksa menyalahkan krisis valuta asing pada pembatasan Covid-19 dan hilangnya pendapatan pariwisata yang penting. "Kami memulai program besar untuk mengatasi krisis yang kita hadapi hari ini. Setiap detik yang dihabiskan oleh presiden dan pemerintah ini menghabiskan jalan yang melelahkan untuk membangun kembali negara kita," katanya.
Sebagian besar kemarahan yang diekspresikan oleh protes yang berkembang selama berminggu-minggu telah diarahkan pada keluarga Rajapaksa. Keluarga itu telah berkuasa selama hampir dua dekade terakhir.
Pengkritik menuduh keluarga itu meminjam banyak uang untuk membiayai proyek-proyek yang tidak menghasilkan uang, seperti pelabuhan. Bahkan sekutu politik Rajapaksa memintanya untuk diganti dengan perdana menteri sementara dan pemerintahan multipartai.
Tapi, Rajapaksa tetap menolak untuk menyerahkan kekuasaan. Dia mengatakan koalisi pemerintahan akan terus memerintah Sri Lanka karena partai-partai oposisi menolak seruan untuk pemerintahan yang bersatu.
"Kami mengundang semua partai politik yang diwakili di Parlemen untuk bergabung dengan kami dan mengangkat negara. Namun mereka tidak bergabung dengan kami. Sebagai partai yang berkuasa, kami mengambil tanggung jawab itu," kata Rajapaksa.