REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Riset yang dilakukan Environmental Conservation Organization (Ecoton) menemukan bahwa empat sungai besar di Pulau Jawa tercemar oleh sampah plastik yang telah berubah menjadi mikroplastik. Kandungan berbahaya tersebut turut ditemukan dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi air empat sungai itu.
Empat sungai yang tercemar mikroplastik itu adalah Sungai Brantas di Jawa Timur; Sungai Bengawan Solo di Jawa Tengah dan Timur; Sungai Citarum di Jawa Barat; serta Sungai Ciliwung di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Ecoton meneliti pencemaran mikroplastik di empat sungai tersebut dalam rentang waktu Agustus 2021 hingga April 2022.
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan, mikroplastik adalah serpihan serpihan plastik yang berukuran kurang dari lima milimeter. Risetnya menemukan 97 mikroplastik per 100 liter air Sungai Bengawan Solo. Sedangkan di Citarum ditemukan 121 mikroplastik/100 liter air, Ciliwung 198 mikroplastik/100 liter air, serta Brantas 107/100 liter air.
Prigi mengatakan, pencemaran mikroplastik di empat sungai nasional tersebut merupakan ancaman serius bagi manusia karena tak hanya mencemari aliran airnya, tapi juga rantai makanan. "Sungai Brantas, Bengawan Solo, Citarum dan Ciliwung adalah sungai nasional yang memiliki peran vital bagi Indonesia karena selain sebagai air baku PDAM, juga digunakan sebagai sumber irigasi bagi area pertanian yang menyuplai lebih dari 50 persen stok pangan nasional," ujar Prigi dalam konferensi pers daring, Selasa (12/4/2022).
Penelitian lanjutan Ecoton, ujar Prigi, memang menemukan kandungan mikroplastik dalam tubuh ikan di empat sungai tersebut. Pihaknya menemukan 20 partikel mikroplastik pada satu ikan sampel di Bengawan Solo, 42 partikel per ikan sampel di Berantas, dan 68 partikel per ikan sampel di Citarum. Lalu 167 partikel per ikan sampel di Kepulauan Seribu, yang merupakan muara Sungai Ciliwung.
Sialnya, lanjut Prigi, kontaminasi mikroplastik ini sudah masuk ke dalam tubuh manusia. Hal ini diketahui usai pihaknya meneliti tinja milik 102 manusia yang hidup bergantung pada empat sungai itu. "Sampel kotorannya masing-masing 10 gram. Kita menemukan rata-rata sekitar 17-20 partikel dalam feses manusia itu," ujarnya.
Prigi mengingatkan, keberadaan mikroplastik dalam tubuh tentu berpotensi menimbulkan sejumlah risiko kesehatan. Pertama, risiko gangguan perkembangan otak, pemicu kanker, dan diabetes karena mikroplastik mengandung zat aditif Bisphenol-A.
Kedua, kandungan phthalate dalam mikroplastik dapat menimbulkan gangguan sistem hormon seperti menstruasi dini, kualitas dan kuantitas sperma menurun, serta menopause dini. Ketiga, terdapat risiko terkontaminasi bakteri E.Coli (penyebab penyakit diare) dan S.Typhi (penyebab penyakit tipes) karena patogennya menempel pada mikroplastik.
Prigi menambahkan, keberadaan mikroplastik juga berpotensi menimbulkan risiko ganda. Sebab, mikroplastik mudah mengikat senyawa polutan yang ada di perairan seperti logam berat, pestisida, detergen, nitrat, nitrit, dan phospat. "Polutan-polutan tersebut akan diikat oleh mikroplastik dan jika tidak sengaja terkontaminasi oleh manusia maka akan diikat dengan molekul-molekul kompleks dalam tubuh," ujarnya.
Sumber mikroplastik
Prigi mengatakan, asal usul limbah mikroplastik ini bisa dilacak pada dua sumber utama. Pertama, bersumber dari pembuangan limbah secara serampangan ke aliran sungai oleh pabrik-pabrik.
Kedua, bersumber dari sampah plastik yang dihasilkan masyarakat. Prigi menjelaskan, penduduk Indonesia setiap tahun menghasilkan lebih dari 8 juta ton sampah, tapi hanya 3 juta ton yang mampu dikelola pemerintah.
Sisanya, sebanyak 5 ton, dibuang ke alam dan dibakar. "Sebanyak 2,6 juta ton di antaranya dibuang ke aliran sungai," ucap Parigi.
Pendiri Ecoton Daru Setyorini mengatakan, tercemarnya empat sungai besar tersebut tak lepas dari kegagalan pemerintah provinsi untuk mengendalikan dan mengawasi kelestariannya. Karena itu, Daru meminta para gubernur di empat aliran sungai itu untuk segera merespons krisis kualitas air sungai dan sampah tersebut.