Rabu 13 Apr 2022 01:55 WIB

Risiko Radang Jantung Usai Vaksin Covid-19 Terpantau Rendah

Risiko peradangan jantung hanya terjadi pada 18 orang berbanding 1 juta dosis vaksin.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Risiko peradangan jantung hanya terjadi pada 18 orang berbanding 1 juta dosis vaksin.
Foto: Wikimedia
Risiko peradangan jantung hanya terjadi pada 18 orang berbanding 1 juta dosis vaksin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi baru menunjukkan bahwa risiko peradangan jantung setelah vaksinasi Covid-19 terbilang sangat rendah. Kondisi itu hanya terjadi pada 18 orang dengan perbandingan tiap satu juta dosis vaksin.

Hasil penelitian telah diterbitkan di The Lancet Respiratory Medicine. Spesifiknya, studi meninjau risiko myopericarditis (kondisi yang menyebabkan peradangan otot jantung) setelah seseorang mendapat vaksin Covid-19.

Baca Juga

Studi dipimpin oleh peneliti dari Singapura, Kollengode Ramanathan. Peneliti tersebut merupakan konsultan senior dari departemen bedah jantung, toraks, dan vaskular di National University Heart Centre, Singapura.

Penulis lain yakni Jyoti Somani dan Profesor Dale Fisher dari divisi penyakit menular di National University Hospital, Singapura. Para peneliti memeriksa basis data internasional pada lebih dari 400 juta vaksinasi.

Mioperikarditis, dalam beberapa kasus, dapat menyebabkan kerusakan jantung permanen yang parah. Hal ini paling sering disebabkan oleh virus tetapi juga dapat terjadi setelah vaksinasi dalam kasus yang jarang terjadi.

Ada laporan mioperikarditis setelah vaksinasi Covid-19 berbasis mRNA, terutama pada remaja dan dewasa muda. Akan tetapi, dalam studi ini peneliti tidak menemukan perbedaan signifikan secara statistik kasus mioperikarditis.

Untuk vaksinasi Covid-19, terjadi 18 kasus per juta dosis, sedangkan untuk jenis vaksinasi lainnya ada 56 kasus per juta dosis. Meski begitu, ada kondisi khusus yang dicermati oleh peneliti.

Risiko mioperikarditis lebih tinggi pada orang yang menerima vaksin Covid-19 dengan jenis mRNA (22,6 kasus per juta dosis). Itu dibandingkan dengan vaksin non-mRNA (7,9 kasus per juta dosis).

Kasus mioperikarditis yang dilaporkan juga lebih tinggi pada orang di bawah usia 30 tahun (40,9 kasus per juta dosis). Risiko pun melonjak pada pasien laki-laki (23 kasus per juta dosis) dan setelah vaksin Covid-19 dosis kedua (31,1 kasus per juta dosis).

Menurut peneliti, terjadinya mioperikarditis setelah vaksinasi non-Covid-19 adalah efek samping dari proses inflamasi yang disebabkan oleh pemberian vaksin. Itu juga berlaku untuk vaksinasi apa pun, bukan khusus pada protein lonjakan Sars-CoV-2 dalam vaksin atau infeksi Covid-19.

Kollengode Ramanathan menyebut penelitiannya menyoroti bahwa risiko keseluruhan mioperikarditis tampaknya tidak berbeda untuk kelompok vaksin Covid-19 yang baru disetujui. Utamanya, jika dibandingkan dengan vaksin terhadap penyakit lain.

"Risiko kejadian langka seperti itu harus diseimbangkan dengan risiko mioperikarditis akibat infeksi dan temuan ini semestinya meningkatkan kepercayaan publik terhadap keamanan vaksinasi Covid-19," ucap Ramanathan, dikutip dari laman Straits Times, Selasa (12/4/2022).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement