Rabu 13 Apr 2022 09:25 WIB

Uni Eropa Tetapkan Diplomasi Pangan untuk Lawan Narasi Rusia

Rusia sebut sanksi Barat memicu krisis pangan global dan melonjaknya harga energi

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Petani memanen dengan menggabungkan mereka di ladang gandum dekat desa Tbilisskaya, Rusia
Foto: AP/Vitaly Timkiv
Petani memanen dengan menggabungkan mereka di ladang gandum dekat desa Tbilisskaya, Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa akan berupaya mengatasi kenaikan harga gandum dan pupuk di Balkan, Afrika Utara dan Timur Tengah melalui diplomasi pangan. Langkah ini diambil untuk melawan narasi Rusia yang menyalahkan Barat tentang dampak invasi ke Ukraina.

"Kerawanan pangan menyebabkan kebencian di negara-negara rentan di wilayah ini, sementara Moskow menggambarkan krisis sebagai konsekuensi sanksi Barat terhadap Rusia. Ini menimbulkan ancaman potensial terhadap pengaruh Uni Eropa," kata seorang diplomat Uni Eropa yang berbicara dengan syarat anonim.

Baca Juga

Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, sanksi Barat telah memicu krisis pangan global dan melonjaknya harga energi. Negara tetangga Uni Eropa, khususnya Mesir dan Lebanon, sangat bergantung pada impor gandum dan pupuk dari Ukraina dan Rusia. Sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, Mesir dan Lebanon menghadapi kekutangan pasokan gandum dan pupuk, sehingga harga melonjak tajam.

"Kami tidak bisa mengambil risiko kehilangan kawasan itu," ujar seorang diplomat Eropa lainnya yang berbicara dengan syarat anonim.

Uni Eropa juga ingin meningkatkan upaya internasional untuk mengurangi dampak kekurangan pasokan pangan,  bersama dengan Program Pangan Dunia PBB. Prancis, yang merupakan produsen pertanian terbesar Uni Eropa, mendorong inisiatif yang mencakup mekanisme distribusi makanan global untuk negara-negara miskin.

Sementara, Hongaria telah menyarankan untuk meningkatkan hasil pertanian Uni Eropa dengan mengubah tujuan iklimnya. Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengkonfirmasi bahwa, mereka sedang mempertimbangkan fasilitas pembiayaan impor pangan.

Namun, dinas luar negeri UE mengatakan kerja sama dengan Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu terkait kerawanan pangan global cukup menantang. Sebuah dokumen Uni Eropa yang dilihat oleh Reuters menunjukkan,  Uni Eropa mendorong FAO untuk bertindak cepat. Namun Qu menyatakan, negara-negara yang bergantung pada impor pangan dari Rusia dan Ukraina

harus mencari pemasok alternatif untuk meredam guncangan.

Uni Eropa menganggap kampanye Rusia tentang krisis pangan sebagai disinformasi. Karena Uni Eropa tidak membatasi perdagangan makanan dengan Rusia.

"Bukan sanksi yang menciptakan risiko krisis pangan di masa depan, ini pendudukan Rusia di Ukraina," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian.

Pejabat tinggi Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, Rusia mempersulit Ukraina untuk mengirimkan produk pertanian dengan menyerang pelabuhan dan membom gudang gandum. Rusia juga telah membom beberapa fasilitas penyimpanan bahan bakar di Ukraina. Akibatnya, Ukraina tidak dapat mengekspor karena kekurangan bahan bakar.

Uni Eropa sedang mencoba untuk memfasilitasi ekspor makanan melalui Polandia, dan mendukung pengiriman bahan bakar ke petani Ukraina untuk meringankan situasi krisis pangan.

Uni Eropa juga memberikan dukungan keuangan kepada negara-negara yang paling rentan. Pekan lalu Uni Eropa mengumumkan bantuan 225 juta euro untuk Afrika Utara dan Timur Tengah.

Hampir setengah dari bantuan tersebut akan diarahkan ke Mesir. Sementara Lebanon, Yordania, Tunisia, Maroko dan Otoritas Palestina akan menerima dana darurat masing-masing antara 15 dan 25 juta euro.  Bantuan pertanian senilai 300 juta euro lainnya akan diberikan kepada negara-negara Balkan Barat, sebagai bagian dari pendanaan reguler Uni Eropa ke kawasan itu.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement