Rabu 13 Apr 2022 13:12 WIB

Sri Mulyani: Kuartal I 2022 APBN Surplus Rp 19,7 Triliun

APBN menjadi peredam guncangan dari gejolak dan tekanan global.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan mengenai postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-ilustrasi. Pemerintah mencatat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada kuartal I 2022 mengalami surplus sebesar Rp 19,7 triliun.
Foto: Tahta Aidilla/Republika
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan mengenai postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)-ilustrasi. Pemerintah mencatat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada kuartal I 2022 mengalami surplus sebesar Rp 19,7 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada kuartal I 2022 mengalami surplus sebesar Rp 19,7 triliun. Angka surplus ini mencapai 0,11 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan APBN akan melakukan respons secara aktif dan memposisikan menjadi shock absorber (peredam guncangan) dari gejolak dan tekanan global yang berpotensi memberi risiko bagi ekonomi Indonesia, sekaligus dalam rangka tetap terus melindungi dari sisi kesehatan.

Baca Juga

“Dalam mengantisipasi dan menghadapi gejolak dan tekanan global yang berlangsung, APBN akan terus melakukan respons secara aktif dan memposisikan menjadi shock absorber,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Rabu (13/4/2022).

Menurutnya secara bersamaan APBN mulai dipulihkan kesehatannya serta tetap mendukung pemulihan ekonomi. Hal ini APBN akan melakukan multiple objektif atau tujuan yang multiple.

“Yaitu tetap melindungi kesehatan dari sisi pandemi yang belum berakhir, mendukung masyarakat dari sisi daya beli, dan bantuan sosial terutama kelompok yang paling rentan, menjadi pemulihan ekonomi nasional, serta tetap menjaga dan mengembalikan kesehatan APBN,” ucapnya.

Sri Mulyani menyebut peran APBN menjadi peredam shock dengan memberikan dukungan stabilitas harga dan menopang kelompok paling rentan melalui bansos baik PKH, kartu sembako hingga BLT minyak goreng. Adapun bantuan sosial yang diberikan secara masif dalam rangka melindungi masyarakat dari tekanan global ini berpotensi meningkatkan belanja APBN.

“Salah satu bentuk peredam shock dari APBN adalah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang melingkupi tiga klaster yaitu kesehatan, perlindungan sosial, dan pemulihan ekonomi,” ucapnya.

Tercatat realisasi anggaran PEN klaster kesehatan per 1 April 2022 sebesar Rp 1,55 triliun dari pagu Rp 122,54 triliun khusus pembayaran tagihan terutama perawatan Covid-19 tahun lalu.

Kemudian perlindungan sosial dari pagu Rp 154,76 triliun terealisasi Rp 22,74 triliun terutama untuk mendukung kelompok paling rentan melalui PKH, Kartu Sembako, Kartu Prakerja, BLT Desa serta Bantuan Tunai PKL dan nelayan.

Klaster pemulihan ekonomi yang memiliki pagu Rp 178,32 triliun terealisasi Rp 5,02 triliun untuk mendukung pemulihan pariwisata, meningkatkan ketahanan pangan, membantu UMKM dan insentif perpajakan.

Sri Mulyani pun menegaskan meski APBN berupaya keras menjadi peredam shock global namun pemerintah akan tetap menjaga kesehatannya.“APBN mulai dipulihkan kesehatannya namun tetap mendukung pemulihan ekonomi,” ucapnya.

Dari sisi lain, Sri Mulyani mencatat realisasi pendapatan negara pada Februari 2022 sebesar Rp 302,42 triliun atau setara 16,38 persen dari target APBN 2022. Angka ini tumbuh sebesar 37,73 persen year-on-year.

"Perbaikan pendapatan negara terutama akibat pemulihan dari kinerja dunia usaha dan juga kenaikan harga komoditas, serta juga kenaikan impor dan ekspor yang dibutuhkan untuk menopang kebutuhan ekonomi yang makin tinggi," ucapnya.

Namun, dari sisi realisasi belanja negara terjadi perlambatan sebesar 0,1 persen mencapai Rp 282,7 triliun atau setara 10,4 persen dari pagu. Meskipun, mengalami sedikit perlambatan realisasi belanja, hal ini masih membaik apabila dibandingkan periode Januari 2022 yang waktu itu mengalami kontraksi hingga 13 persen.

"Membaiknya realisasi Belanja Negara didukung oleh belanja pemerintah pusat yang teralisir sebesar Rp 172,2 triliun," ucapnya.

Menurutnya belanja ini mencakup belanja operasional dari kementerian dan lembaga maupun belanja program dari Kementerian lembaga terutama untuk belanja infrastruktur dan belanja bantuan sosial. Sementara belanja non K/L realisasinya mencapai Rp 93,6 triliun terutama pembayaran subsidi energi yang meningkat.

"Penyaluran bantuan sosial dalam hal ini mengalami kenaikan dengan pelaksanaan bantuan program Indonesia Pintar, program keluarga harapan tahap pertama dan pencairan bantuan kartu sembako," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement