Rabu 13 Apr 2022 13:17 WIB

MAKI Desak KPK Supervisi Kasus Suap Izin Tambang Tanah Bumbu

MAKI mendesak kasus dugaan suap izin tambang di Tanah Bumbu diungkap tuntas.

Red: Agus raharjo
Koordinator MAKI Boyamin Saiman memberikan pandangannya saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/11/2021). Dalam RDP tersebut MAKI memberikan masukan dan pendapat mengenai substansi RUU tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu Jaksa berwenang melakukan koordinasi dalam rangka supervisi untuk percepatan dan atau penyelesaian penyidikan.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Koordinator MAKI Boyamin Saiman memberikan pandangannya saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (17/11/2021). Dalam RDP tersebut MAKI memberikan masukan dan pendapat mengenai substansi RUU tentang Perubahan atas UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yaitu Jaksa berwenang melakukan koordinasi dalam rangka supervisi untuk percepatan dan atau penyelesaian penyidikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi kasus suap izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan (Kalsel). Kasus ini diduga turut menyeret nama mantan bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming.

Menurut Boyamin, supervisi KPK diperlukan karena pihak kejaksaan dinilai belum maksimal mengusut dugaan keterlibatan Mardani Maming. Bahkan, Mardani Maming yang kini menjabat Bendahara Umum PBNU ini sudah tiga kali mangkir panggilan sidang sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.

Baca Juga

“Kami akan mendorong KPK melakukan supervisi atau kejagung melimpahkan kasusnya ke KPK," ujar Boyamin dalam keterangan, Rabu (13/4/2022).

Boyamin menambahkan, pelimpahan kasus atau supervisi kasus sedianya pernah dilakukan KPK. Yakni pada kasus terkait dengan dugaan korupsi pembelian LNG ke Afrika yang dilakukan Pertamina. Awalnya, kasus ini ditangani Kejakgung, kemudian disupervisi KPK.