Sektor Wisata Sleman Diyakini Bangkit Jelang Libur Lebaran
Rep: Wahyu Suryana/ Red: Muhammad Fakhruddin
Optimisme kebangkitan mulai terasa seiring diberlakukannya pelonggaran mobilitas. (ilustrasi). | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Sektor pariwisata di Kabupaten Sleman sempat mengalami tiarap seiring kondisi pandemi dan pengetatan mobilitas masyarakat yang ditetapkan pemerintah. Hal ini ditambah aktivita vulkanik Gunung Merapi yang beberapa kali meningkat.
Namun, optimisme kebangkitan mulai terasa seiring diberlakukannya pelonggaran mobilitas masyarakat oleh pemerintah. Terutama, libur panjang yang ditetapkan pada Hari Raya Idul Fitri mendatang. Meskipun, tetap dengan penerapan prokes.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Suparmono mengungkapkan, sepanjang periode Januari-Maret 2022 tingkat hunian di hotel-hotel Sleman baru 50-60 persen. Namun, ia meyakini, akan naik signifikan pada 10 hari libur Lebaran.
Selain itu, ketika penggunaan otoped di lokasi seperti Malioboro sudah dilarang, wisatawan akan memanfaatkan otoped yang ada wisata Sleman seperti di Kaliurang. Terlebih, saat ini sudah ada paguyuban-paguyuban pengelola otoped di Sleman.
"Jadi, masuk operasional sana. Untuk pengaturan otoped terakhir kami diskusikan ini sudah di Dinas Perhubungan Sleman segera akan kami bahas pengaturan otoped," kata Pram, Rabu (13/4/2022).
Pram turut menerangkan, evaluasi Januari-Maret 2022, kunjungan wisata ke Sleman mencapai 1.096.000, meningkat 181 persen dari tahun lalu. PAD sektor pariwisata Sleman ini mencapai Rp 61,864 miliar atau 29,8 persen dari target Rp 207 miliar.
"Optimisme ini harus kembali lagi, kita harus jadi tuan rumah yang tanggung jawab," ujar Pram.
Khusus Kaliurang, Ketua Asosiasi Perhotelan Kaliurang, Heribertus Indiantara menuturkan, saat ini ada 295 hotel, empat hotel berbintang, 250 pondok wisata dan lainnya wisma. Selama pandemi sejak 2019, tingkat hunian memang anjlok.
Sejauh ini, ia mengungkapkan, tingkat hunian yang masih cukup tinggi justru berasal dari pondok-pondok wisata. Untuk hotel rata-rata okupansi masih 20 persen, sedangkan pondok-pondok wisata bisa mencapai 70 persen.
"Kalau kehidupan malam sudah ada lagi saya yakin okupansi hotel tinggi dan lama tinggal akan bertambah," kata Heri.
Soal kesiapan tanggap bencana, Kabid Pengembangan Destinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Dispar Sleman, Aris Herbandang menekankan, tahun lalu saat semua tiarap karena pandemi Dispar Sleman sudah berusaha memberikan edukasi-edukasi kesiapan.
Baik untuk pelaku wisata maupun pengelola desa wisata untuk tanggap darurat. Termasuk, lanjut Bandang, untuk kesiapan mereka menangani wisatawan ketika bencana alam terjadi, mengalami kecelakaan maupun ketika sakit mendadak.
"Sudah beberapa kali kita lakukan, itu salah satu untuk menjawab tantangan kepada kami agar sektor wisata bisa cepat merespon, ini terus kami lakukan, untuk memberikan layanan yang lebih baik di Sleman," ujar Bandang.
Soal keluhan wisata Yogyakarta, Kabid Pengembangan SDM dan Usaha Pariwisata Dispar Sleman, Nyoman Rai Savitri menambahkan, pembenahan desa-desa wisata di Sleman sebenarnya sudah dilakukan sebelum pandemi. Termasuk, bagi pengelola-pengelola.
"Banyak keluhan wisatawan di Yogyakarta bisa positif dan negatif. Satu sisi pengaruh positif kadang jadi salah satu promosi bagi yang sebelumnya tidak tahu, tapi di sisi lain pengaruh negatif, kami berusaha sinergikan agar tidak terjadi lagi," kata Nyoman.