Oleh: Yudhi Nugraha, M.Biomed, PhD (Peneliti SARS-CoV-2 di CNIO-Madrid dan Anggota PCIM Spanyol)
Malam ini (2/04/2022) selepas berbuka bersama istri dan anak saya di rumah, saya bergegas bersiap menuju Masjid Agung Madrid M30. Saya dijemput oleh sahabat yang telah saya anggap menjadi kakak saya di Madrid, Mas Iman namanya, beliau salah satu Diaspora Indonesia yang juga sama-sama bekerja di Madrid. Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam, Mas Iman dan Saya bergegas meluncur dari kediaman saya di dekat Plaza Castilla ke Masjid M30 yang terletak di Ciudad Lineal, mobil kami keluar melalui exit tol Salvador Madariaga 5B. Tidak jauh darinya saya sudah melihat Menara masjid yang sangat jarang saya temui sebelumnya di Madrid. Saya amat bersyukur dapat “numpang” mobil Mas Iman, karena perjalanan dari rumah menggunakan kereta empat kali lebih lama dibandingkan dengan mobil.
Masjid ini sebenarnya lahir dari mufakat 18 negara muslim pada tahun 1976 tapi terhenti selama 11 tahun sampai Raja Fahd dari Saudi Arabia memulai kembali pembangunannya yang memakan waktu kurang lebih lima tahun. Bangunan masjid yang diresmikan pada 21 September 1992 ini berukuran 12.000-meter persegi dengan enam lantai menjadikannya salah satu bangunan masjid terbesar bukan hanya di Spanyol tapi juga di Eropa saat peresmiannya. Terinspirasi dari Great Mosque of Cordoba, Masjid ini juga dilengkapi dengan Pusat Studi Islam, restaurant, auditorium, gym, dan rumah pengurus masjid menjadikan Masjid ini disebut dengan Islamic Cultureal Centre Madrid
Setibanya kami di Masjid, solat isya sudah dimulai. Kami bergegas mengambil shaf yang saat itu sudah diisi penuh oleh banyak muslim. Ba’da isya, saya merasakan atmosfer yang membuat saya sejenak terdiam, karena ternyata banyak sekali muslim di Madrid. Hal ini seperti oase untuk orang seperti saya yang menghabiskan waktu dari pagi sampai sore di laboratorium pusat kementerian kesehatan sejak Maret 2021 lalu. Keramahan dan senyum menghiasi orang yang lalu lalang di sekitar saya. Dengan berat hati karena waktu sudah larut malam, juga karena solat tarawih yang telah usai dengan delapan rakaat dan tiga witir, kami bergegas pulang.
Sebenarnya sudah satu tahun lalu saya di Madrid, tapi baru kali pertama saya menginjakkan kaki dan bersujud di ubin masjid indah ini. Tak lain karena adanya batasan kerumunan sebab pandemi, saya tak mengeluh karena hikmah baik pandemi itu juga yang membawa saya dan keluarga saya ke Madrid dan menemukan peran dalam penelitian COVID-19 di tanah Eropa.
Saat langkah saya keluar dari pintu masjid, hati saya berdoa semoga tanah Andalusia ini bisa menjadi episentrum dakwah Islamiyah di Eropa, salah satunya dengan eksistensi sahabat-sahabat syarikat Muhammadiyah dari Indonesia dengan membawa nuansa ukhuwah Islamiyah moderat yang damai. Semoga dapat membawa ghiroh dan nostalgia kejayaan Islam di Andalusia. Amiin (YN)