REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (14/4/2022), memanggil empat saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat di Sumatra Utara. Salah satunya adalah mantan Bupati Langkat, Ngogesa Sitepu.
Keempatnya dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin (TRP). "Pemeriksaan dilakukan di Satuan Brimob Polda Sumut, Medan, Sumut," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
Tiga saksi lainnya yang dipanggil, yaitu Akhmad Zuhri Addin selaku kontraktor, pegawai Bank Sumut Cabang Stabat, Laila Subank, dan Lina sebagai Direktur Utama PT Sinar Sawit Perkasa. Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan enam tersangka selaku penerima dan pemberi suap. Tersangka penerima suap ialah Terbit Rencana Peranginangin, Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih dan juga saudara kandung Terbit, dan tiga pihak swasta atau kontraktor, yakni Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS).
Sementara tersangka selaku pemberi suap adalah Muara Peranginangin (MP) dari pihak swasta atau kontraktor. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar 2020 hingga kini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga mengatur dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat untuk kepentingan pribadi.
Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno, selaku Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat, dan Suhardi, selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa, untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar, sebagai representasi Terbit, terkait pemilihan pihak mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan. Agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, KPK menduga ada permintaan persentase atau fee oleh Terbit melalui Iskandar sebesar 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang serta 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara, dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan. Total nilai paket proyek yang dikerjakan tersebut sebesar Rp 4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada pula beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar. Pemberian fee oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp 786 juta, yang diterima melalui Marcos, Shuhanda, dan Isfi, untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan hingga pengelolaan fee dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat tersebut, Terbit menggunakan orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.