REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekelompok kiai muda dan tokoh lintas-iman mengadakan Soft-Launching Yayasan Rahim: The Ibrahim Heritage Study Center For Peace sebuah lembaga yang bergerak di bidang penelitian dan kajian perdamaian dan resolusi konflik baik berskala global maupun lokal.
Lembaga ini hadir tepat waktu di saat dunia internasional terjadi peperangan Rusia dan Ukraina serta konflik Israel dan Palestina, dan kekerasan di ruang publik kentara di depan mata seperti persekusi dan kekerasan yang menimpa Ade Armando.
Acara dipimpin MC Abigail Hesti Lestari Wiriaatmadja, lagu Indonesia Raya dipandu KH. Agus Khudori, dan doa nan indah oleh KH. Zainul Ma’arif. KH. Asnawi Ridwan selaku pembina menyatakan, peran agama dalam mengatasi konflik dapat dilakukan dengan dialog antar kelompok agama yang berbeda.
Menurut dia, perbedaan adalah cara Tuhan memberikan pesan-pesan-Nya kepada manusia agar saling menghargai dan menghormati. Sesungguhnya semua agama mengajarkan kebaikan, cinta kasih, dan keadilan bagi semua umat manusia. “Agama seharusnya dijadikan sebagai pemersatu, bukan pemecahbelah. Apapun agamanya, kita masih sama-sama manusia yang saling membutuhkan manusia lain,”ujar dia lewat keterangan tertulis kepada Republika.co.id.
Yohannes Ellias Dewanto berharap yayasan ini akan menjadi pusat penelitian, informasi dan edukasi terhadap setiap isu-isu perdamaian dan kemanusiaan bagi seluruh masyarakat tanpa memandang ras, agama, etnis maupun budaya. Langkah kecil ini diharap akan terus bergulir seperti bola salju yang membawa cita-cita kita bersama, di mana penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan dan perdamaian dunia akan selalu terpelihara.
Elisheva Dinar Prasasti Wiria Atmadja dalam sambutannya menceritakan kisah keluarganya yang multi agama, Islam, Kristen, dan Yahudi, yang bisa hidup rukun damai. Dia menegaskan, agama bukan alasan untuk konflik atau perang. Kalaupun ada konflik dan perang itu bukan karena agama, akan tetap karena kebencian kepada kemanusiaan. “Karena itu, lembaga ini didirikan untuk mencapai perdamaian dan persatuan di tengah perbedaan,”jelas dia.
KH. Mukti Ali Qusyairi selaku Ketua Umum Yayasan Rahim menekankan, Rahim merupakan lembaga penelitian dan kajian perdamaian dan resolusi konflik. Yayasan ini juga bukan lembaga politik atau pun konspirasi. Lembaga semacam ini relevan didirikan lantaran peperangan dan konflik terus terjadi tak berkesudahan. Seperti perang Rusia dan Ukraina, konflik Israel dan Palestina, dan yang lainnya.
“Tim peneliti Rahim adalah dokter peradaban, yang hendak mendiagnosa penyakit peradaban berupa konflik dan perang serta meneliti penyebab-penyebabnya. Lalu memberikan resep dan obat sebagai solusi yang dapat menyembuhkan. Sebab visi Rahim adalah berikhtiar mewujudkan perdamaian dunia, dan misinya adalah mewujudkan perdamaian dengan melalui riset dan kajian perdamaian serta berkontribusi positif dalam rekonsiliasi konflik.”
Dalam Soft-launching Rahim juga menyampaikan resume singkat dua buku yang masih dalam proses penerbitan disampaikan Leo Agustinus Yuwono, Abigail, dan KH. Roland Gunawan.