Jumat 15 Apr 2022 02:00 WIB

Perusahaan Belanda Diminta tak Beli Gas Rusia Pakai Rubel

Rusia telah mengusulkan agar pembeli gas Rusia membuka rekening di Gazprombank.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Kapal tanker Sun Arrows memuat muatannya berupa gas alam cair dari proyek Sakhalin-2 di pelabuhan Prigorodnoye, Rusia, pada 29 Oktober 2021.
Foto: AP Photo/File
Kapal tanker Sun Arrows memuat muatannya berupa gas alam cair dari proyek Sakhalin-2 di pelabuhan Prigorodnoye, Rusia, pada 29 Oktober 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, AMSTERDAM – Pemerintah Belanda akan meminta perusahaan-perusahaan energi di negaranya untuk tidak membeli gas Rusia menggunakan rubel. Ia menekankan, hal tersebut melanggar sanksi yang sudah diterapkan Uni Eropa.

“Apa yang berubah adalah bahwa Komisi (Eropa) kemarin menyimpulkan bahwa membayar dalam rubel akan melanggar sanksi, dan begitu pula pembangunan dengan Gazprombank,” kata seorang juru bicara Kementerian Urusan Ekonomi Belanda, Kamis (14/4/2022).

Baca Juga

Pada Maret lalu, Moskow telah mengusulkan agar pembeli gas Rusia membuka rekening di Gazprombank. Pembayaran menggunakan euro atau dolar akan dikonversi ke rubel. Juru bicara Kementerian Urusan Ekonomi Belanda mengungkapkan, selagi belum ada saran resmi yang diterbitkan tentang masalah ini, pemerintah menjalin "kontak dekat" dengan perusahaan-perusahaan energi. Mereka akan memastikan bahwa aturan sanksi ditegakkan.

Pemerintah Belanda sendiri tidak memiliki kontrak dengan perusahaan energi Rusia, Gazprom. Sebelumnya, Belanda pun telah mengindikasikan bahwa pembeli gas di pasar harus melakukan apa yang mereka inginkan. Namun dalam praktiknya, itu berarti mereka tidak akan membayar dalam rubel.

Perusahaan Belanda dengan kontrak gas Rusia, termasuk perusahaan energi Eneco dan pedagang GasTerra yang didukung pemerintah, mengatakan kontrak mereka dengan Gazprom dibuat dalam euro. Dengan demikian mereka hanya akan membayarnya dalam euro.

Pada 1 April lalu, Gazprom secara resmi mengumumkan, terhitung sejak hari itu, setiap pembelian dan pengiriman gas dari mereka harus dibayar menggunakan mata uang rubel. Mengingat ketergantungan pasokan dan kontrak yang telah dijalin, Eropa mengkritik keputusan tersebut.

Negara anggota G7 pun menolak permintaan Rusia tentang pembelian gas dan minyak asal negara tersebut dengan menggunakan rubel. “Ini tidak dapat diterima dan kami meminta perusahaan terkait untuk tidak memenuhi permintaan Presiden Rusia (Vladimir) Putin. Semua menteri telah sepenuhnya setuju bahwa ini adalah langkah sepihak dan jelas melanggar kontrak yang ada,” kata Menteri Luar Negeri Jerman Robert Habeck kepada awak media saat Jerman menjadi tuan rumah pertemuan konferensi G7 virtual pada 28 Maret lalu.

Jerman diketahui mengimpor 55 persen pasokan gas alamnya dari Rusia sebelum negara tersebut menyerang Ukraina. Pada Kamis (7/4/2022) pekan lalu, Uni Eropa menyetujui paket sanksi ekonomi baru untuk Rusia. Salah satu sanksi di dalamnya adalah larangan impor batu bara dari negara tersebut. Larangan bakal diterapkan mulai Agustus mendatang. Kendati demikian, Eropa masih terpecah perihal apakah produk gas dan minyak Rusia juga perlu diembargo.

Menurut lembaga kajian Bruegel, saat ini Eropa menghabiskan dana sekitar 450 juta dolar AS per hari untuk memperoleh minyak mentah dan produk olahan Rusia. Minyak dan produk minyak menghasilkan lebih dari sepertiga pendapatan ekspor Moskow tahun lalu.

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement