Ahad 17 Apr 2022 12:12 WIB

Korban Begal Jadi Tersangka, Dosen Hukum: Penyidik Polisi Nggak Teliti

Dosen hukum menilai penyidik tidak teliti dalam kasus korban begal jadi tersangka.

Korban begal yang sempat ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan terhadap pelaku, Amaq Sinta (kanan) didampingi kuasa hukumnya memberi keterangan kepada wartawan di Mapolda NTB, Mataram, Sabtu (16/4/2022). Dosen hukum menilai penyidik tidak teliti dalam kasus korban begal jadi tersangka.
Foto: ANTARA/Dhimas Budi Pratama
Korban begal yang sempat ditetapkan menjadi tersangka kasus pembunuhan terhadap pelaku, Amaq Sinta (kanan) didampingi kuasa hukumnya memberi keterangan kepada wartawan di Mapolda NTB, Mataram, Sabtu (16/4/2022). Dosen hukum menilai penyidik tidak teliti dalam kasus korban begal jadi tersangka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, menyatakan Murtede atau Amaq Sinta yang menewaskan dua begal di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, tidak bisa dilabeli tersangka dan dikenakan pasal pidana.

"Terkait tindakan korban begal yang menewaskan dua pelaku begal demi pembelaan dirinya atas penggeroyokan komplotan begal yang dilakukan seketika oleh para begal maka tidak patut dilabelkan sebagai tersangka," kata Azmi.

Baca Juga

Hal itu, kata dia, mengingat perbuatan atau keadaannya bukanlah sebagai pelaku tindak pidana. Penyidik dalam kasus ini kurang teliti dalam memetakan dan mencari termasuk mengumpulkan bukti.

Kalau penyidik teliti dan cermat semestinya akan membuat terang dan jelas atas peristiwa pidana ini. Sehingga tidak menimbulkan dialektika publik seperti saat ini.

Karenanya mengacu Pasal 49 KUHP menyebutkan orang yang melakukan pembelaan darurat, sekaligus sebagai upaya dari dirinya yang tidak dapat dihindarinya atas sebuah keadaan yang terpaksa.

Sehingga berdasarkan perintah pasal ini dan fakta yang ada, maka perbuatan ini semestinya oleh penyidik sejak awal menjadi pengecualian dan harus dihentikan demi hukum. Karena tindakannya ini tidak dapat dihukum bukan pula melabeli status tersangka.

Adapun payung hukum yang dapat digunakan penyidik Pasal 7 huruf i KUHAP dan Pasal 109 KUHAP, yang memberikan kewenangan pada penyidik untuk menghentikan penyidikan.

Jadi tidak perlu perkara dengan karakteristik seperti ini, bagi korban begal yang membela diri ditahan apalagi sampai tahap pengadilan, ini tidak efektif. Apalagi bukti dan fakta ini secara umum dapat dibayangkan dan sudah diketahui penyidik, bahwa ini adalah daya paksa absolut mengingat ia tidak dapat berbuat lain.

Hal ini juga sudah tergambar pada posisi kasus dan hasil pemeriksaan polisi yang telah clear, bahwa ia adalah korban begal dan demi membela diri. Bagi begal yang sudah terbiasa melakukan pencurian dengan cara-cara kekerasan, jika ketahuan atau ada perlawanan akan membunuh atau terbunuh.

"Jadi, sangat relevan yang dilakukan oleh Murtede sebagai membela diri, kehormatan atas badan atau barangnya," ucapnya.

Karenanya jika memang penyidik sudah menemukan fakta, bahwa perbuatan tersebut guna pembelaan diri yang darurat atau keadaan terpaksa, maka dalam hukum memperbolehkan apa yang tadinya dilarang oleh hukum.

"Sehingga perbuatan tersebut dianggap sah, termasuk dalam pembelaan terpaksa juga menghapuskan elemen melawan hukumnya perbuatannya dalam hal ini atas perbuatannya yang membunuh kedua begal tersebut," tuturnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement