REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Perdana Menteri Rusia, Mikhail Mishustin menandatangani dekrit untuk meningkatkan kuota ekspor pupuk hingga 31 Mei. Peningkatan kuota ekspor tersebut mencapai hampir 700 ribu ton.
"Perdana Menteri Mikhail Mishustin telah menandatangani perintah untuk itu (peningkatan kuota ekspor pupuk). Keputusan itu akan berlaku hingga 31 Mei 2022," kata pernyataan kabinet, dilansir TASS, Ahad (17/4/2022).
Kuota ekspor pupuk nitrogen telah ditingkatkan sebesar 231 ribu ton menjadi sekitar 5,7 juta ton. Sementara kuota ekspor pupuk majemuk dinaikkan 466 ribu ton menjadi sekitar 5,6 juta ton. Hingga 31 Mei, kuota tidak berlaku untuk pasokan pupuk ke Donetsk, Luhansk, Abkhazia, dan Ossetia Selatan.
Langkah tersebut diperlukan untuk mendukung produsen pupuk yang menghadapi risiko downtime, karena rendahnya permintaan di pasar domestik. Termasuk sanksi dari negara-negara yang tidak bersahabat.
Lembaga keuangan internasional pada Rabu (13/4/2022) menyerukan tindakan mendesak terhadap ketahanan pangan di tengah perang Rusia-Ukraina. Dalam pernyataan bersama, para pemimpin Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Program Pangan Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (WFP), dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) meminta masyarakat internasional untuk segera mendukung negara-negara yang rentan melalui tindakan terkoordinasi.
Tindakan terkoordinasi itu mulai dari penyediaan pasokan makanan darurat, dukungan keuangan, peningkatan produksi pertanian, dan perdagangan terbuka. Mereka juga meminta masyarakat internasional mendukung negara-negara yang rentan melalui hibah, untuk menutupi kebutuhan pendanaan mereka yang mendesak.
"Dampak perang di Ukraina, pandemi Covid-19 yang sedang berlangsung, perubahan iklim, serta meningkatnya kerapuhan dan konflik menimbulkan kerugian terus-menerus bagi orang-orang di seluruh dunia," kata pernyataan bersama tersebut, dilansir Anadolu Agency.
Para pemimpin lembaga keuangan internasional mengatakan, ancaman tertinggi terjadi pada negara-negara termiskin dengan porsi konsumsi yang besar dari impor pangan. Tetapi kerentanan meningkat dengan cepat di negara-negara berpenghasilan menengah, yang menampung sebagian besar masyarakat miskin dunia. Lembaga keuangan internasional tersebut mengatakan, kenaikan harga gas alam, yang merupakan bahan utama pupuk nitrogen, menyebabkan melonjaknya harga pupuk.
"Kami berkomitmen menggabungkan keahlian dan pembiayaan untuk segera meningkatkan kebijakan, serta dukungan keuangan untuk membantu negara-negara serta rumah tangga yang rentan. Termasuk meningkatkan produksi pertanian dalam negeri, dan pasokan ke, negara-negara yang terkena dampak," ujar pernyataan bersama tersebut.
Uni Eropa akan berupaya mengatasi kenaikan harga gandum dan pupuk di Balkan, Afrika Utara dan Timur Tengah melalui diplomasi pangan. Langkah ini diambil untuk melawan narasi Rusia yang menyalahkan Barat tentang dampak invasi ke Ukraina.
"Kerawanan pangan menyebabkan kebencian di negara-negara rentan di wilayah ini, sementara Moskow menggambarkan krisis sebagai konsekuensi sanksi Barat terhadap Rusia. Ini menimbulkan ancaman potensial terhadap pengaruh Uni Eropa," kata seorang diplomat Uni Eropa yang berbicara dengan syarat anonim.
Pekan lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, sanksi Barat telah memicu krisis pangan global dan melonjaknya harga energi. Negara tetangga Uni Eropa, khususnya Mesir dan Lebanon, sangat bergantung pada impor gandum dan pupuk dari Ukraina dan Rusia. Sejak Rusia melancarkan invasi ke Ukraina, Mesir dan Lebanon menghadapi kekutangan pasokan gandum dan pupuk sehingga harga melonjak tajam.
"Kami tidak bisa mengambil risiko kehilangan kawasan itu," ujar seorang diplomat Eropa lainnya yang berbicara dengan syarat anonim.