Inilah, kata KH Jeje, di antara hikmahnya kenapa Nabi sebelum memeroleh wahyu dan diangkat menjadi Rasul beliau dipersiapkan jiwanya oleh Allah dengan dicintakannya ber-tahannuts, yaitu beribadah dengan beri'tikaf menyendiri siang malam di Gua Hira. Sampai benar-benar jiwanya menjadi kuat dan hatinya menjadi suci.
"Sehingga memungkinkan beliau kuat dan sanggup untuk menerima interaksi dengan alam ghaib yang sangat sulit yaitu Malaikat Jibril," katanya.
Jika Nabi memeroleh wahyu pertama dalam keadaan beri'tikaf (dalam istilah hadits disebut bertahannuts) di Gua Hira, maka beliau melestarikan l'tikaf setelah kerasulannya dengan melakukannya pada sepuluh terakhir di bulan Ramadhan. Itikaf ini untuk kembali merekonstruks saat-saat penting turunnya Alquran kepada beliau.
Dalam sejarah agama-agama didapatkan berbagai tradisi dan ritual berpantangan sesuatu baik makanan, minuman, dan berhubungan badan pada jangka waktu tertentu dan tempat-tempat tertentu. Bahkan ada yang lebih keras dari itu berupa pantangan menikah sepanjang hidup bagi tokoh-tokoh agama tertentu.
Ada juga tradisi ritual bertapa dan bersemedi dengan cara mematikan seluruh fungsi panca indra. Semua itu dilakukan untuk mencari kekuatan jiwa meskipun harus dengan cara menyiksa dan menyengsarakan badan.
Tradisi bertapa, semedi, mengasingkan diri, selibat-berpantangan kawin, dan latihan yoga seperti yang terjadi pada beberapa agama di luar Islam menunjukkan kesadaran yang sama dari semua agama bahwa kekuatan ruh dan jiwa justru dapat diperoleh dengan cara membatasi keserakahan jasmani.