Senin 18 Apr 2022 10:15 WIB

WFP Kurangi Jumlah Bahan Makanan dalam Paket Bantuan Pangan Darurat di Suriah

Pengurangan bahan makanan sangat berdampak pada populasi dan keluarga di Idlib.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
 Pemandangan kamp pengungsian banjir provinsi Idlib, Suriah, terlihat Selasa, 21 Desember 2021. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memutuskan untuk mengurangi jumlah barang dalam keranjang makanan darurat bulanan kepada keluarga dan individu miskin di barat laut Suriah.
Foto: AP/Ghaith Alsayed
Pemandangan kamp pengungsian banjir provinsi Idlib, Suriah, terlihat Selasa, 21 Desember 2021. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memutuskan untuk mengurangi jumlah barang dalam keranjang makanan darurat bulanan kepada keluarga dan individu miskin di barat laut Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memutuskan untuk mengurangi jumlah barang dalam keranjang makanan darurat bulanan kepada keluarga dan individu miskin di barat laut Suriah. Langkah ini terpaksa diambil karena kendala dalam pendanaan, kekurangan komoditas, dan kenaikan harga pangan. 

"Untuk barat laut Suriah mulai Mei 2022, keranjang (makanan) akan dikurangi dari 1.300 menjadi 1.170 (kilokalori) per orang," ujar juru bicara Program Pangan Dunia (WFP), dilansir Middle News Monitor, Senin (18/4/2022).

Baca Juga

Pengurangan pasokan akan membuat penerima keranjang makanan darurat, menerima lentil, buncis, beras, dan gandum bulanan dengan jumlah yang lebih sedikit. Tetapi jumlah minyak sayur, tepung terigu, garam, dan gula masih tetap sama.

Organisasi bantuan dan amal lokal di provinsi barat laut Idlib telah menerima pemberitahuan keputusan melalui email dari WFP pekan lalu. Keputusan tersebut diambil sekitar enam bulan setelah sebelumnya WFP mengurangi pasokan keranjang makanan bulanan, pada September tahun lalu.

Pengurangan tersebut akan sangat berdampak pada populasi dan keluarga yang sudah berjuang di Idlib. Mereka adalah penerima manfaat dari keranjang makanan bulanan. Sebagian besar populasi dan keluarga di Idlib adalah pengungsi Suriah yang tinggal di kamp-kamp.

Seorang pengungsi yang merupakan ayah dari lima anak, Wassel al-Ghajar, mengatakan, pengurangan pasokan makanan sudah mendorong keluarganya ke ambang kemungkinan kelaparan. Dia dan keluarganya sangat bergantung pada bantuan keranjang makanan bulanan tersebut.

"Jika mereka akhirnya berhenti menyediakan keranjang makanan, kami akan mati kelaparan bersama anak-anak kami. Keranjang makanan akan membantu kami bertahan hampir sepanjang bulan," ujar al-Ghajar.

Pemilik toko roti di Idlib, Bilal Alwan, mengatakan, harga roti telah berlipat ganda dalam beberapa bulan terakhir sejak invasi Rusia ke Ukraina. Konflik Rusia-Ukraina berdampak pada ekspor gandum dan komoditas pokok lainnya di seluruh dunia. 

Saat ini, Alwan mengandalkan gandum yang diimpor dari Turki. Sejak konflik Rusia-Ukraina dimulai, harga satu ton tepung meningkat menjadi sekitar 500 dolar AS dari 380 dolar AS.

“Kami tidak memiliki alternatif (untuk Turki), dan kami tidak menghasilkan pasokan gandum secara lokal”, kata Alwan.

Alwan mengatakan, kekeringan dan hasil panen yang rendah di Suriah selama beberapa tahun terakhir membuat banyak daerah tidak dapat mempertahankan sumber daya mereka. Sehingga mereka tidak memiliki pasokan gandum lokal. 

Diperkiraan 97 persen dari empat juta orang di barat laut Suriah hidup dalam kemiskinan. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,35 juta dari mereka saat ini mendapat manfaat dari program keranjang makanan WFP. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement