REPUBLIKA.CO.ID, BELGRADE -- Presiden Serbia Aleksandar Vucic pada Ahad (18/4/2022) malam menuding Ukraina dan salah satu negara Uni Eropa (EU) sebagai dalang di balik sederet ancaman bom palsu terhadap pesawat penumpang Air Serbia.
Sejak Rusia menggempur Ukraina pada 24 Februari, puluhan penerbangan Air Serbia terpaksa kembali ke Belgrade atau Moskow karena ada ancaman bom. Walhasil, bandara Belgrade dievakuasi setidaknya tiga kali.
"Badan (intelijen) asing dari dua negara melakukan itu (ancaman bom palsu). Salah satunya negara Uni Eropa dan satu lagi Ukraina," kata Vucic tanpa menyodorkan bukti dan tanpa menyebut negara EU yang dimaksud.
Serbia, yang hampir sepenuhnya bergantung pada minyak dan gas Rusia, menolak menjatuhkan sanksi terhadap Kremlin dan masih melakukan penerbangan ke Moskow. Presiden Vucic menuturkan akan terus melakukannya "sesuai keyakinan".
"Kami terus melanjutkan penerbangan ini sesuai keyakinan kami, sebab kami ingin menunjukkan bahwa kami adalah negara independen dan kami membuat keputusan kami sendiri. Jangan mendikte kami kapan membatalkan penerbangan," katanya.
Dalam beberapa pekan belakangan Belgrade tiga kali memberikan suara untuk resolusi PBB yang mengecam invasi Rusia ke Ukraina dan menangguhkan Moskow dari badan HAM PBB. Moskow menyebut aksinya di Ukraina sebagai "operasi khusus".