Senin 18 Apr 2022 16:54 WIB

Kedubes Tiongkok di Indonesia Jawab Isu Jual Beli Organ Muslim Uyghur

Kedubes Tiongkok di Indonesia tegaskan jual beli organ Muslim Uyghur fitnah

Seorang lelaki Uighur menggunakan ponsel di depan Masjid Id Kah di kota tua Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China. Kedubes Tiongkok di Indonesia tegaskan jual beli organ Muslim Uyghur fitnah
Foto: Thomas Peter/Reuters
Seorang lelaki Uighur menggunakan ponsel di depan Masjid Id Kah di kota tua Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China. Kedubes Tiongkok di Indonesia tegaskan jual beli organ Muslim Uyghur fitnah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kedutaan Besar Tiongkok di Indonesia angkat bicara terkait pemberitaan yang menyebutkan para ilmuwan dalam sebuah makalah ilmiah yang diterbitkan awal pekan ini menyatakan, bahwa dokter China telah mengambil organ vital dari pasien yang masih hidup sehingga menyebabkan kematian mereka. Diduga para korban yang diambil organnya ini adalah para tahanan. 

Dalam keteragan resmi yang diterima Republika.co.id, Senin (18/4/2022),  Kedubes Tiongkok menyatakan sebagai berikut: 

Baca Juga

"Informasi dari “Ha'aretz” Israel  tentang masalah "transplantasi organ manusia di China" secara serius mendistorsi fakta dan menodai Tiongkok. Kedutaan Besar Tiongkok di Israel telah mengklarifikasi hal ini dan melayangkan representasi yang keras kepada Ha’aretz. 

Dalam artikel situs koran Anda juga disebut "genosida", "penahanan massal", "indoktrinasi" dan "pengambilan organ" pemerintah Tiongkok terhadap kaum minoritas Muslim di Xinjiang menurut apa yang disebut “organisasi hak asasi manusia”, semuanya merupakan rumor anti-China yang dibuat oleh pihak-pihak terkait.

Faktanya, sejak berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, dan terutama setelah diberlakukannya Reformasi dan Keterbukaan, jumlah penduduk Xinjiang termasuk etnik minoritasnya terus bertumbuh, dan kualitas penduduk pun terus meningkat. 

Dari sensus nasional pertama Tiongkok pada 1953 hingga sensus nasional ketujuh 2020, jumlah penduduk Xinjiang meningkat dari 4.783.600 menjadi 25.852.300. Di antaranya, jumlah penduduk etnik Uighur naik dari 3.607.600 menjadi 11.624.300. 

Angka harapan hidup rata-rata telah meningkat signifikan, dari di bawah 30 tahun pada 1949 menjadi 74,7 tahun pada 2019. Pusat pendidikan dan pelatihan di Xinjiang didirikan berdasarkan hukum untuk memerangi terorisme dan melaksanakan program deradikalisasi. 

Program ini telah meningkatkan kemampuan para peserta didik untuk menggunakan bahasa nasional secara lisan maupun tulisan, juga meningkatkan kesempatan mereka mendapatkan pekerjaan.

Selain itu, program ini memperkuat kesadaran para peserta akan paham kebangsaan, kewarganegaraan, dan supremasi hukum. 

Pendirian pusat pelatihan ini sepenuhnya sejalan dengan prinsip dan semangat Strategi Kontra-Terorisme Global PBB dan berbagai resolusi anti-terorisme lainnya.

Keamanan dan hak-hak lainnya para peserta didik semuanya terjamin sesuai hukum, tidak ada masalah-masalah yang disebut dalam artikel situs koran Anda. 

Semua peserta didik telah menyelesaikan pendidikan mereka pada Oktober 2019, sebagian besar telah mendapatkan pekerjaan yang stabil dan menjalani kehidupan yang normal.”

Baca juga:  Laporan: China Ambil Organ Tahanan Diduga Muslim Uyghur

Sebagaimana diberitakan, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kelompok hak asasi manusia juga menuduh China mengambil organ dari anggota minoritas Muslim Uyghur yang ditahan. “Kemungkinan besar organ-organ ini diambil dari para tahanan,” kata laporan itu dilansir dari Alaraby, Senin (11/4/2022). 

Temuan itu menimbulkan kekhawatiran tentang nasib ribuan anggota minoritas Muslim Uyghur China, yang ditahan di kamp kerja, yang secara luas dikecam aktivis hak asasi manusia sebagai 'genosida'. 

Seorang mahasiswa doktoral dalam bidang politik dan hubungan internasional di Universitas Nasional Australia di Canberra, Mathew Robertson dan Prof  Jacob Lavee, yang menjabat sebagai presiden Masyarakat Transplantasi Israel, menganalisis 2.800 artikel ilmiah dalam bahasa China yang berhubungan dengan transplantasi jantung dan paru-paru. 

Para peneliti menemukan bukti bahwa dalam jumlah kasus yang sangat tinggi, organ telah diambil dari orang yang masih hidup. 

"Dalam 71 makalah, kami menemukan bukti yang jelas dan tegas bahwa kematian otak tidak ditentukan sebelum operasi pengambilan organ dimulai," kata Lavee kepada harian Israel Haaretz. Ini berarti bahwa pengambilan organ adalah penyebab langsung kematian pasien.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement