Selasa 19 Apr 2022 03:00 WIB

Kepala BIN: Transisi ke Endemi Butuh Kerja Sama Semua Pihak

Para elite politik diharapkan tidak mengeksploitasi kesulitan rakyat.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Satria K Yudha
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) Budi Gunawan.
Foto: Dok BIN
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Jenderal (Purn) Budi Gunawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan mengatakan, keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan pandemi Covid-19 seharusnya menginspirasi semua anak bangsa untuk bersama menjaga kehidupan sosial politik agar tetap kondusif. Dia pun memberi pesan kepada masyarakat, para pelaku ekonomi nasional, dan para elite politik untuk bekerja sama membawa Indonesia ke fase endemi. 

“Sehingga transisi pandemi menuju endemi akan sempurna dengan tetap bergulirnya pemulihan ekonomi serta terlaksananya agenda nasional, Pemilu dan Pilkada serentak 2024, dengan sukses,” kata Budi lewat keterangannya, Senin (18/4/2022).

 

Budi menjelaskan, pemerintah telah melakukan sejumlah program bantalan ekonomi untuk masyarakat luas, khususnya golongan miskin dan rentan. Langkah afirmasi pemerintah itu seharusnya diikuti oleh semua elemen bangsa, termasuk para pelaku ekonomi nasional.

 

Menurut dia, saat ini merupakan momen yang tepat untuk menunjukkan kepedulian kepada masyarakat kebanyakan. Hal itu dapat dilakukan warga mampu dengan tidak ikut mengonsumsi komoditas dan layanan bersubsidi, tidak mendistorsi pasar demi keuntungan sesaat.

 

“Serta dengan memberikan peluang dan dukungan bagi usaha mikro, kecil, menengah untuk tetap bisa tumbuh menjadi bagian penting perekonomian nasional,” kata dia.

 

Dia juga berpesan kepada para elite politik agar tidak mengeksploitasi kesulitan rakyat. Termasuk di dalamnya dengan tidak menjadikan politik identitas yang mengedepankan isu-isu politik suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA sebagai bahan kontestasi.

 

“Sebagaimana telah diingatkan Presiden Jokowi, kontestasi politik itu biasa. Tapi jangan sampai hanya demi kepentingan sesaat kita mengorbankan rakyat, memprovokasi dan memecah belah mereka,” kata Budi.

 

Dia menerangkan, keberhasilan penanganan Covid-19 Indonesia seharusnya sudah bisa menciptakan kondisi yang baik bagi pemerintah untuk berkonsentrasi menjalankan program lanjutan pemulihan ekonomi nasional. Namun, faktor eksternal akibat konflik Ukraina serta ketegangan geopolitik dunia telah membawa tantangan lain.

 

“Pemerintah kini mencurahkan perhatian mengurangi tekanan eksternal ini pada perekonomian masyarakat, terutama masyarakat bawah,” ungkap Budi.

 

Tapi, kata dia, konflik Ukraina berdampak pada kelangkaan berbagai kebutuhan pokok, yang juga memicu inflasi bahkan ancaman stagflasi di sejumlah negara. Di Tanah Air, kata dia, dampaknya sangat dirasakan masyarakat kebanyakan akibat kenaikan harga-harga yang tak terhindari. Terutama harga bahan bakar, pangan, dan berbagai produk turunannya.

 

Budi menerangkan, pemerintah telah meluncurkan serangkaian program bantalan ekonomi untuk masyarakat luas, yang nilainya mendekati Rp 500 triliun. Sebab, jika tekanan di sektor ekonomi itu tak diatasi, efeknya bisa merembet ke kehidupan sosial politik. Sementara, Indonesia saat ini sedang menghadapi agenda nasional, yakni Pemilu dan Pilkada serentak 2024.

 

Pelajaran paling berharga dari kondisi eksternal yang sangat berdampak ke perekonomian nasional ini, menurut dia, adalah perlunya upaya kita semua untuk menciptakan kemandirian ekonomi. "Di mana hal itu berarti ekonomi yang mampu mencukupi kebutuhan esensial bangsa dan mendukung ketahanan nasional."

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement