Selasa 19 Apr 2022 07:10 WIB

Pasokan Energi Menipis, Pakistan Potong Listrik Rumah Tangga dan Industri

Harga gas alam cair dan batu bara melonjak karena perang di Ukraina.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
Pemadaman listrik di Pakistan.
Foto: time
Pemadaman listrik di Pakistan.

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pakistan memotong listrik untuk rumah tangga dan industri. Sebabnya, Pakistan tidak mampu mengimpor batu bara atau gas alam dari luar negeri untuk bahan bakar pembangkit listriknya. Pakistan sedang berjuang untuk mendapatkan bahan bakar dari pasar spot, setelah harga gas alam cair dan batu bara melonjak karena perang di Ukraina.

Biaya energi Pakistan meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 15 miliar dolar AS dalam sembilan bulan dari tahun sebelumnya. Pakistan tidak dapat membeli lebih banyak energi karena kekurangan dana

 

Sekitar 3.500 megawatt kapasitas listrik telah dimatikan, karena kekurangan bahan bakar pada 13 April. Menteri Keuangan Miftah Ismail, menambahkan, jumlah yang sama sedang offline karena kesalahan teknis.

 

Krisis listrik memperumit tantangan ekonomi yang sudah berat bagi Perdana Menteri Shehbaz Sharif, yang baru menjabat. Dia menggantikan Imran Khan yang digulingkan pekan lalu, karena gejolak politik.  Sebagai negara yang relatif miskin dan sangat bergantung pada impor energi, Pakistan sangat terpukul oleh kenaikan biaya bahan bakar.

 

Pemasok LNG atau gas alam cair jangka panjang Pakistan membatalkan beberapa pengiriman yang dijadwalkan dalam beberapa bulan terakhir. Pada Ahad (17/4/2022) Pakistan merilis sebuah tender untuk mendapatkan enam kargo LNG dari pasar spot. Tetapi tender ini dapat merugikan pemerintah ratusan juta dolar jika diberikan sepenuhnya.

 

“Situasi Pakistan tidak akan berubah dalam waktu dekat karena dinamika global masih sama. Ada pemadaman paksa untuk mengatasi kekurangan energi," ujar kepala penelitian di Pakistan Kuwait Investment Co, Samiullah Tariq, dilansir Bloomberg, Selasa (19/4/2022). 

 

Pemerintahan baru Pakistan menghadapi tugas berat untuk mengelola ekonomi yang mengalami defisit besar. Ismail mengatakan, pembicaraan yang dengan Dana Moneter Internasional (IMF) yang sebelumnya ditangguhkan akan dilanjutkan sebagai prioritas.

 

"Kami akan memulai kembali pembicaraan dengan IMF," kata Ismail.

 

Ismail prihatin dengan rekor defisit yang diwarisi oleh pemerintaha  Khan. Oposisi menuduh Khan telah salah urus ekonomi negara. "Imran Khan telah meninggalkan kekacauan yang kritis," ujar Ismail.

IMF telah menangguhkan pembicaraan menjelang tinjauan ketujuh dari program penyelamatan senilai 6 miliar dolar AS yang disepakati pada Juli 2019. Defisit transaksi berjalan Pakistan diproyeksikan mencapai sekitar 4 persen dari PDB untuk tahun fiskal 2022 (TA). Sementara cadangan devisa turun menjadi 11,3 miliar dolar AS pada 1 April, dibandingkan dengan 16,2 miliar dolar AS dari bulan sebelumnya.

 

Sebelumnya, bank sentral Pakistan menaikkan suku bunga utama sebesar 250 basis poin menjadi 12,25 persen dalam keputusan darurat. Ini merupakan kenaikan terbesar dalam beberapa dekade. 

 

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement