Selasa 19 Apr 2022 10:48 WIB

Ilmuwan Ungkap Fakta Mencengangkan Lebah Madu Saat Terbang

Lebah madu mengawasi tanah yang melaju di bawah mereka untuk mengatur ketinggian.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani / Red: Dwi Murdaningsih
Petani pemburu lebah madu menunjukan tawon gong usai mengambil madunya di kawasan Gunung Landono di Desa Landono 2, Kecamatan Landono, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Foto: ANTARA/JOJON
Petani pemburu lebah madu menunjukan tawon gong usai mengambil madunya di kawasan Gunung Landono di Desa Landono 2, Kecamatan Landono, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun 1963, seorang ahli entomologi Austria bernama Herbert Heran dan ilmuwan perilaku Jerman, Martin Lindauer, melihat sesuatu yang aneh dalam cara lebah madu meluncur di udara. Ketika sekelompok lebah dilatih untuk terbang di atas danau, mereka hanya bisa sampai ke seberang jika ada gelombang dan riak di permukaan air.

Jika danau itu sehalus cermin, lebah madu tiba-tiba kehilangan ketinggian sampai mereka menabrak kaca yang tampak cair. Pada saat itu, temuan tersebut gagasan bahwa lebah madu menggunakan isyarat visual untuk bernavigasi selama penerbangan. Studi lanjutan kini telah menambahkan wawasan yang menarik tentang strategi terbang dari lebah madu.

Baca Juga

Dilansir dari Sciencealert, Selasa (19/4/2022), meniru eksperimen tahun 1963, para peneliti telah menunjukkan bahwa lebah madu mengawasi tanah yang melaju di bawah mereka untuk mengatur ketinggian mereka dalam penerbangan. Eksperimen berlangsung di dalam terowongan persegi panjang 220 sentimeter yang ditempatkan di luar ruangan, dengan cermin di langit-langit dan lantai yang dapat ditutup agar terlihat seperti dinding tua yang polos.

Ketika semua cermin tertutup, lebah madu biasanya terbang dari satu sisi terowongan ke makanan manis di sisi lain sambil mempertahankan ketinggian yang hampir konstan. Ketika langit-langit ditarik ke belakang untuk memperlihatkan cermin, yang tampaknya menggandakan ketinggian terowongan, lebah dengan mudah berhasil menyeberang.

Tapi ketika lantai menjadi cermin, membuat tanah terlihat dua kali lipat jauh, tabrakan dimulai. Lebah akan mulai terbang secara normal, tetapi setelah terbang sekitar 40 sentimeter, ketinggian mereka akan mulai turun sampai serangga bertabrakan dengan dasar kaca.

Ketika langit-langit dan lantai adalah cermin, menciptakan sepasang dinding paralel yang tak terbatas, lebah akan mulai kehilangan ketinggian setelah terbang hanya sekitar delapan sentimeter, segera setelah menyentuh tanah. Temuan ini sangat mirip dengan disorientasi spasial yang terkadang menimpa penerbang manusia. Ketika pilot tidak dapat melihat kecepatan gerak mereka, mereka berjuang untuk mempertahankan ketinggian mereka.

Bahkan selama ‘graveyard spiral’, indra manusia dapat menipu kita untuk berpikir bahwa kita masih dalam tingkat yang tidak jelas. Itulah mengapa instrumen pesawat sangat penting. Instrumen membantu kita mengatasi ilusi spasial dan menjaga pesawat kita tetap tinggi bahkan ketika tidak ada tekstur atau bayangan di tanah atau air di bawah.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement