'Kejahatan Jalanan di DIY tak Hanya Dilakukan Pelajar'
Rep: My33/ Red: Fernan Rahadi
Tersangka pelaku kejahatan jalanan atau klitih dihadirkan saat konferensi pers di Mapolda DIY, Yogyakarta, Senin (11/4/2022). Sebanyak lima tersangka berstatus pelajar dan mahasiswa diamankan dari kasus penganiyaan pelajar SMA hingga meninggal. Pelaku dijerat dengan Pasal 353 Ayat (3) Juncto Pasal 55 atau Pasal 351 Ayat (3) Juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. Barang bukti celurit, pedang, serta hear sepeda motor turut dihadirkan dalam konferensi pers ini. | Foto: Wihdan Hidayat / Republika
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Maraknya kejahatan jalanan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) baru-baru ini dinilai tak hanya melibatkan para pelajar. Kejahatan yang kerap disebut dengan klitih itu kini sudah meluas dengan melibatkan lapisan masyarakat lainnya.
"Dulunya geng hanya terkait dengan sekolah saja, dengan model penganiayaan anak sekolah satu dengan yang lain. Kini geng-geng sudah berkembang dan bukan lagi geng sekolah, tetapi sudah bergabung dengan geng kampung hingga geng di tempat-tempat tongkrongan," ungkap Kepala Subdirektorat Babinkantibmas Polda DIY, AKBP Sinungwati, dalam diskusi yang bertajuk 'Yogyakarta Kota Pelajar: Merumuskan Solusi Kejahatan Jalanan Remaja' yang digelar Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Wilayah V Yogyakarta, Senin (18/4/2022).
Menurut Sinungwati, meskipun beberapa geng sekolah masih aktif, pelaku kejahatan jalanan remaja saat ini tidak hanya dilakukan oleh anak sekolah saja, tetapi ada juga pengangguran hingga mahasiswa yang melukai korban secara acak. Tidak hanya sampai di situ, perkembangan geng juga terjadi pada aspek senjata yang dipergunakan. Apabila dulu senjata yang mereka bawa hanya sabuk dengan gir kecil dan golok kecil, kini pelaku membawa celurit hingga samurai panjang.
"Celuritnya juga sudah berbeda, sekarang bisa mengenai korban dari jauh. Jadi peralatannya yang dipakai pun juga berkembang karena gengnya pun juga sudah ikut berkembang," jelas dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Pemerintah Daerah DIY, Endang Patmintarsih menyampaikan dari sisi regulasi, setidaknya ada tujuh klaster masalah anak yang menjadi sasaran dinasnya. Salah satunya adalah anak sekolah yang sedang berhadapan dengan ranah hukum.
"Dari 24 masalah sosial, tujuh klaster sendiri permasalahannya ada di anak. Dari sisi regulasi sendiri sudah lengkap untuk menangani permasalahan anak. Kini tinggal implementasi dan kolaborasi bersama, karena tidak bisa hanya pemerintah sendiri untuk bisa menyelamatkan anak," kata dia.
Endang menambahkan, Dinas Sosial memiliki Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja yang menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang dititipkan di balai ini, merupakan anak yang sedang dalam proses penyidikan sampai dengan proses penentuan keputusaan hakim.
Dengan adanya balai tersebut, pihaknya merehabilitasi anak dengan dilayani oleh pekerja sosial, psikolog, hingga dokter agar dapat mengubah perilaku dengan mengisi waktu luang mereka dan tidak memutus sekolah.
"Jadi kami juga mengadvokasi sekolah-sekolah, karena kemarin Covid kami melakukannya secara daring. Selain itu, kami juga mendatangkan guru dari sekolah asal anak tersebut sehingga tidak memutus sekolah mereka dalam proses menjalani penyidikan ataupun proses penetapan mereka di pengadilan," kata Endang.
Selain itu, pihaknya juga memberikan keterampilan, memberi bimbingan mental sosial, karena dari sisi itu yang paling penting. Kemudian juga dari sisi agama, sisi sosial hingga memberikan aktivitas olahraga. Setelah selesai direhabilitasi, anak akan dikembalikan kepada keluarganya.