Selasa 19 Apr 2022 15:09 WIB

Pertemuan Pemimpin Keuangan Dunia Antisipasi Krisis Pangan Global

Krisis pangan global merupakan dampak dari invasi Rusia ke Ukraina.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Warga membonceng di belakang kemudi usai berbelanja di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Senin (18/4/2022). Sejumlah pemimpin keuangan global melakukan pertemuan membahas krisis pangan global yang salah satunya disebabkan oleh invas Rusia ke Ukraina.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Warga membonceng di belakang kemudi usai berbelanja di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Senin (18/4/2022). Sejumlah pemimpin keuangan global melakukan pertemuan membahas krisis pangan global yang salah satunya disebabkan oleh invas Rusia ke Ukraina.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemimpin keuangan global menempatkan krisis lonjakan harga dan ketahanan pangan sebagai pusat pembahasan dalam pertemuan mereka di Washington. Amerika Serikat (AS) yakin krisis tersebut merupakan dampak brutal invasi Rusia ke Ukraina.

Pada Selasa (19/4/2022) pagi Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengadakan pertemuan dengan pemimpin Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, Group of Seven (G7) dan Group of 20 (G20).

Baca Juga

"(Pertemuan ini untuk) meminta institusi keuangan internasional mempercepat dan memperdalam respon mereka pada negara-negara yang terdampak oleh masalah pangan yang diperparah agresi Rusia," kata Kementerian Keuangan AS dalam pernyataan mereka.

Berdasarkan data PBB, Rusia dan Ukraina memproduksi 14 persen pasokan gandum dunia. Hilangnya komoditas itu karena perang mendorong kenaikan harga pangan dan menimbulkan ketidakpastian ketahanan pangan di masa depan terutama bagi negara-negara miskin.

Indeks harga pangan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) berada di titik tertingginya sejak 1990. FAO mengatakan indeks itu mencerminkan tingginya harga minyak sayur, sereal, dan daging.

Pada laporan yang dirilis bulan Maret lalu FAO mengatakan jumlah masyarakat yang kekurangan gizi dapat meningkat dari 8 juta menjadi 13 juta orang pada 2023.

"Dengan peningkatan paling nyata di Asia-Pasifik, diikuti sub-Sahara Afrika, dan Afrika Utara dan Timur, bila perang berlanjut dampak akan terus sampai 2022/23," kata FAO dalam laporan tersebut.

Pakar manajemen bencana University of Massachusetts Amherst Anna Nagurney mengatakan pertemuan pemimpin global cukup penting. "Dan membicarakan tumbuhnya ketakutan dan meningkatnya pemahaman dunia bahwa dunia mungkin berada di ambang bencana kelaparan," katanya.  

Nagurney memprediksi negara-negara yang belum memberikan dukungan berarti pada Ukraina seperti Cina dan India akan sadar gangguan ketahanan pangan yang disebabkan perang Ukraina akan berdampak pada stabilitas nasional dan kesejahteraan warga mereka sendiri.

"Ini mungkin akan membantu untuk semakin mengisolasi Rusia baik secara moral maupun ekonomi," katanya.

Wakil Menteri Keuangan AS Wally Adeyemo mengatakan koalisi negara-negara internasional yang memberi sanksi pada Rusia dan sekutunya menanggapi masalah ketahanan pangan dengan serius.

"Satu hal yang perlu kami lakukan untuk mengambil langkah praktis untuk menunjukkan sistem ini membantu masyarakat yang paling membutuhkan, antara lain fokus pada negara-negara yang kesulitan membayar hal-hal seperti roti untuk rakyat mereka sehubungan kenaikan harga komoditas," katanya.

Rusia merupakan anggota G20 yang merupakan kelompok negara industri dan pasar menengah atas. Tapi Kementerian Keuangan mengatakan Rusia tidak berpartisipasi dalam rapat ketahanan pangan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement