REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih mendalami soal harta benda dan aset milik tersangka Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Peranginangin (TRP).
KPK memeriksa Terbit dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Iskandar PA (ISK) selaku Kepala Desa Balai Kasih dan juga saudara kandung Terbit di Gedung KPK, Jakarta, Senin (18/4).
"Tim penyidik masih terus melakukan pendalaman antara lain terkait dengan soal harta benda dan aset milik saksi dan adanya dugaan jumlah penerimaan 'fee' dari setiap proyek di Pemerintahan kabupaten Langkat dan penggunaan uang dari hasil 'fee' dimaksud," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/4/2022).
KPK menetapkan enam tersangka selaku penerima dan pemberi suap dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020-2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut).
Tersangka penerima suap ialah Terbit Rencana Peranginangin, Iskandar PA (ISK), dan tiga pihak swasta atau kontraktor, yakni Marcos Surya Abdi (MSA), Shuhanda Citra (SC), dan Isfi Syahfitra (IS).
Sementara tersangka selaku pemberi suap adalah Muara Peranginangin (MP) dari pihak swasta atau kontraktor. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan sekitar 2020 hingga kini, Terbit selaku Bupati Langkat periode 2019-2024 bersama dengan Iskandar diduga mengatur dalam pelaksanaan paket proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Langkat untuk kepentingan pribadi.
Dalam melakukan pengaturan itu, Terbit memerintahkan Sujarno, selaku Plt. Kepala Dinas PUPR Kabupaten Langkat, dan Suhardi, selaku Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa, untuk berkoordinasi aktif dengan Iskandar, sebagai representasi Terbit, terkait pemilihan pihak mana saja yang akan ditunjuk sebagai pemenang paket pekerjaan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan.
Hal ini agar bisa menjadi pemenang paket proyek pekerjaan, KPK menduga ada permintaan persentase atau "fee" oleh Terbit melalui Iskandar sebesar 15 persen dari nilai proyek untuk paket pekerjaan melalui tahapan lelang serta 16,5 persen dari nilai proyek untuk paket penunjukan langsung.
Selanjutnya, salah satu rekanan yang dipilih dan dimenangkan untuk mengerjakan proyek pada dua dinas tersebut adalah tersangka Muara, dengan menggunakan beberapa bendera perusahaan. Total nilai paket proyek yang dikerjakan tersebut sebesar Rp 4,3 miliar.
Selain dikerjakan oleh pihak rekanan, ada pula beberapa proyek yang dikerjakan oleh Terbit melalui perusahaan milik Iskandar. Pemberian "fee" oleh Muara diduga dilakukan secara tunai dengan jumlah sekitar Rp 786 juta, yang diterima melalui Marcos, Shuhanda, dan Isfi, untuk kemudian diberikan kepada Iskandar dan diteruskan lagi kepada Terbit.
KPK menduga dalam penerimaan hingga pengelolaan "fee" dari berbagai proyek di Kabupaten Langkat tersebut, Terbit menggunakan orang-orang kepercayaannya, yaitu Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi.