REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor melalui Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) mengeluarkan surat edaran (SE) kepada perusahaan-perusahaan di Kota Bogor terkait pelaksanaan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan tahun 2022.
Dalam Surat Edaran nomor 560/247-HIK per 12 April 2022, salah satunya tertuang THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan atau 25 April 2022.
“THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan. Pemberian THR paling lambat tanggal 25 April 2022,” kata Kepala Disnaker Kota Bogor, Elia Buntang, dalam keterangannya, Selasa (19/4/2022).
Menurutnya, pemberian THR Keagamaan bagi pekerja atau buruh merupakan upaya pemenuhan kebutuhan pekerja buruh dan keluarganya dalam merayakan hari raya.
“Berdasarkan PP 36/2021 tentang Pengupahan juncto Permenaker 6/2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja Buruh di Perusahaan, pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh,” ujar Elia.
Selain itu, sambung dia, untuk mengantisipasi timbulnya keluhan dalam pelaksanaan pembayaran THR Keagamaan, Disnaker Kota Bogor juga membentuk Posko Satgas Ketenagakerjaan Pelayananan Konsultasi Pemberian Tunjangan Hari Raya Tahun 2022 di kantor Disnaker.
Hal itu sesuai dengan arahan Dinas Tenaga Kerja dan Tranamigrasi (Disnakertrans) Jabar, agar 27 kota/kabupaten membuka posko pengaduan THR.
“Ada Posko Satgas Ketenagakerjaan Pelayananan Konsultasi Pemberian Tunjangan Han Raya Tahun 2022 yang terintegrasi melalui website https://bogorkerja.kotabogor.go.id dan poskothr.kemnaker.go.id,” jelasnya.
Secara umum, kata dia, THR Keagamaan diberikan kepada pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus atau lebih. Kemudian, pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
“Untuk besaran THR Keagamaan diberikan bagi pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar satu bulan upah,” ucapnya.
Sementara bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan secara terus menerus, tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan. Elia menjelaskan, pekerja atau buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah satu bulan dihitung sebagai berikut.
Pertama, disebutkan, pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Kemudian pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah satu bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
“Bagi pekerja buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil maka upah satu bulan dihitung berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan,” pungkasnya.