Rabu 20 Apr 2022 05:53 WIB

Parpol Islam Harus Antisipasi Politik Identitas Jelang Pemilu 2024

Dinamika politik identitas hingga kini dinilai belum ternetralisasi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Partai Islam
Partai Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Managing Director Paramadina Public Policy Institute, Ahmad Khoirul Umam menjelaskan bahwa akan ada sejumlah hambatan untuk partai politik Islam untuk menghadapi pemilihan umum (Pemilu) 2024. Salah satunya adalah politik identitas yang harus diantisipasi mereka.

Politik identitas, jelas Ahmad, mulai terjadi pasca Pemilu 2014 dan semakin mencuat di pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada 2017. Permasalahan tersebut semakin menegang dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2019.

Baca Juga

"Saya tidak melihat pemerintah saat ini di bawah Presiden Joko Widodo melakukan proses netralisasi yang sistematis terhadap dinamika politik identitas. Bahkan seolah politik identitas itu dimaintain sedemikian rupa," ujar Ahmad dalam sebuah diskusi daring, Selasa (19/4/2022).

Tak adanya netralisasi terhadap politik identitas dapat menjadi pisau bermata dua bagi partai politik. Satu sisi membuat pemilih Muslim memilih partai Islam, sisi lainnya justru meninggalkan dan memilih partai yang memiliki ideologi nasionalis.

"Tidak ada ruang dialogis yang memadai dalam proses demokrasi kita sehingga di 2024, saya berkeyakinan masih ada kelompok-kelompok tertentu yang mencoba untuk menggunakan narasi politik identitas sebagai alat politik yang efektif dan murah meriah untuk mereka," ujar Ahmad.

Kendati demikian, ia melihat bahwa partai Islam saat ini belum dapat menjadi imam bagi para pemilih Muslim untuk 2024. Mengingat belum adanya satu tokoh dari partai Islam yang memiliki potensi maju ke kontestasi nasional.

"You name it, ketua umum partai mana, tokoh yang mana, belum ada. Saya yakin sepertinya partai politik Islam di 2024 masih tetap menjadi makmum dari jemaah besar koalisi dalam konteks capres-cawapres di 2024," ujar Ahmad.

Di samping itu, empat partai politik Islam yang saat ini berada di parlemen telah mengalami konflik internal yang berimbas kepada turunnya perolehan suara. Tak jarang dari mereka justru terbelah, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Partai Gelora dan Partai Amanat Nasional (PAN) dengan Partai Ummat.

"Ancaman instabilitas internal yang berpotensi mengoreksi elektabilitas partai Islam di Pemilu 2024 mendatang dan itu akan membayangi," ujar Ahmad.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement