Selasa 17 Aug 2010 04:00 WIB

Studi di Amerika Serikat: Puasa Tingkatkan Resistensi atas Stres

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Puasa secara periodik mendatangkan manfaat bagi kesehatan yang cukup besar. Dalam sebuah studi yang dilakukan tahun 2003, tim PNational Institute on Aging  menyebut segudang manfaat puasa, termasuk menaikkan tingkat harapan hidup, meningkatkan sensitivitas insulin dan resistensi terhadap stres. "Puasa berbeda dengan kurang makan secara keseluruhan," demikian pembuka laporan mereka.

Dalam skala laboratorium dengan tikus sebagai hewan percobaan, manfaat puasa terasa bagi mereka. Para peneliti kini merencanakan untuk melihat apakah apa yang bekerja pada tikus juga baik bagi manusia.

Dalam penelitian itu, tikus yang hanya diberi makan pada waktu tertentu dan membiarkan perutnya kosong untuk jangka waktu tertentu pula. Sama seperti orang berpuasa, diet mereka berkurang hingga 40 persen, tulis laporan tim lpeneliti dalam jurnal Proceedings National Academy of Sciences.

Saat ini, sedikit sekali studi tentang peningkatan kesehatan dari mengurangi diet, meskipun banyak peneliti berasumsi bahwa penurunan jangka panjang dalam kalori terlibat -- dan ini secara tak langsung bermanfaat bagi kesehatan.

Namun studi baru oleh Mark P Mattson dan rekan-rekannya di National Institute on Aging menemukan manfaat yang sama bagi tikus percobaan, tapi tidak memotong total kalori karena mereka makan dua kali lebih banyak pada hari-hari mereka tidak berpuasa.

Mattson mengatakan studi adalah pada tahap perencanaan untuk membandingkan kesehatan sekelompok orang normal makan tiga kali sehari dengan grup yang makan makanan yang sama dan jumlah yang sama pula, tetapi mengkonsumsi dalam waktu empat jam dan kemudian berpuasa selama 20 jam sebelum makan lagi.

"Studi kami membuktikan, melewatkan jam makan dan minum tidak berdampak buruk bagi Anda, justru sebaliknya," ujarnya.

Mattson mengatakan, studi sebelumnya menemukan bahwa tikus yang berpuasa setiap hari telah memperpanjang rentang hidup dan percobaan baru menemukan tikus juga melakukan yang lebih baik dalam faktor-faktor yang terlibat pada diabetes dan kerusakan saraf di otak yang mirip dengan penyakit Alzheimer.

"Kami pikir apa yang akan terjadi adalah tanpa makanan ringan membebankan stres pada sel dan sel merespons dengan meningkatkan kemampuan mereka untuk mengatasi stres lebih parah," kata Mattson. "Ini semacam analog dengan efek fisik dari latihan pada sel otot."

Dr Carol A Braunschweig dari University of Illinois di Chicago, yang bukan bagian dari tim studi, mengatakan ia tertarik dengan saran bahwa perubahan drastis dalam pola makan mungkin memiliki manfaat. "Dengan epidemi saat ini obesitas dan aktivitas fisik yang dihadapi AS saat ini, identifikasi pola makan yang bermanfaat yang dapat mengatasi beberapa efek yang tak baik kelebihan berat akan menjadi temuan sangat signifikan," katanya.

Dalam laporan terbaru, kata para peneliti, baik tikus puasa dan mereka yang berdiet memiliki konsentrasi gula darah dan insulin yang secara signifikan lebih rendah dari tikus dibiarkan makan setiap kali mereka ingin.

Pada akhir percobaan ketiga kelompok tikus disuntik dengan racun yang merusak sel di bagian otak yang disebut hippocampus. Ada kerusakan sel ada yang yang terlibat dalam Alzheimer pada manusia.

Ketika otak tikus yang kemudian dianalisa para ilmuwan menemukan bahwa otak tikus puasa lebih tahan terhadap kerusakan oleh toksin dari otak tikus baik diet atau makan yang normal.

sumber : USA Today
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement

Rekomendasi

Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement