REPUBLIKA.CO.ID, HAIBA KHALAF--Meski dalam kondisi prihatin, masyarakat Gaza punya cara tersendiri dalam merayakan hari kemenangan. Mereka merayakan Idul Fitri dengan mengunjungi makam sanak saudara dan penjara Isrel. Hanya itu yang mereka lakukan mengingat blokade selama empat tahun terakhir melumpuhkan warga Gaza dari segi ekonomi. Bahkan untuk sekadar meneruskan tradisi membelikan sesuatu kepada sanak saudara dan anak-anak saja mereka tidaklah mampu.
Meski demikian, sejumlah pasar di Gaza tetap memiliki stok barang yang cukup kendati sebagian pedagang di pasar Gaza nyaris merugi. "Melimpahnya ragam produk di Gaza tidak mengindikasikan geliat pasar yang seharusnya. Empat tahun sudah blokade ekonomi dilakukan, seiring dengan hal itu pula warga Gaza hanya memenuhi kebutuhan rumah tangga saja. Sebagian besar konsumen bahkan hanya membeli sedikit barang. Tak sedikit pula warga Gaza yang sekedar bertanya berapa harga dengan muka bertekuk lantaran tidak mampu membelinya," ungkap salah seorang pedagang pasar Gaza Jamal Farhan seperti dikutip Alarabiya, Selasa (14/9).
Fahmi Taha, pedagang lain di Pasar Gaza memahami daya beli masyarakat Gaza yang minim. Menurut dia, perayaan Idul Fitri justru menambah beban warga Gaza lantaran minimnya pendapatan ditengah kenaikan harga barang pokok yang melangit. "Idul Fitri merupakan perayaan yang penting dan kesempatan untuk memberikan kebahagian kepada anak-anak. Sayangnya, situasi demikian buruk, tapi kami mencoba sebaik mungkin untuk tersenyum dihadapan anak-anak kita," paparnya.
Sebagai informasi, selama empat tahun dihimpit blokade ekonomi oleh Israel, 10 ribu warga Gaza kehilangan pekerjaan mereka. Belum lagi, gempuran Israel yang menambah deretan panjang warga Gaza. Jum'at lalu misalnya, serangan Israel kian menambah miskin warga Gaza.
Meski rasa putus asa tak lagi tertahankan, sebagai warga Gaza optimis perayaan Idul Fitri bisa mengandeng kembali persaudaraan antara Fatah dan Hamas. Sejauh ini, perundingan antara Palestian yang diwakili Presiden Mahmoud Abbad dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bisa menjadi harapan lain. Sekalipun harapan itu kecil layaknya mencari sebutir berlian di lautan padang pasir.