Ahad 15 Aug 2010 02:50 WIB

Ramadhan di Malaysia, Mengantre Shalat dan Bersih-bersih Rumah

Rep: c29/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,Ramadhan betul-betul dimanfaatkan untuk beribadah. Umat Islam Malaysia adalah contohnya. Mereka meramaikan tempat-tempat shalat. Mushalla di pusat-pusat perbelanjaan tidak kalah ramainya dengan gerai-gerai yang menjajakan makanan, buku, aksesoris, dan perangkat elektronik.

“Bahkan pengantre shalat di mushalla pusat perbelanjaan lebih banyak,” ungkap Mahasiswa Magister Universitas Multimedia, Selangor, Malaysia, Reza Jehan Lesmana saat berkomunikasi via internet dengan Republika, Sabtu (14/8). Mushalla itu menampung sekitar 60 orang, baik laki-laki maupun perempuan.

Saat jarum jam menunjuk angka empat, dirinya bersama teman-temannya dari Afrika, Palestina, dan Yaman, langsung melangkahkan kaki menuju pusat perbelanjaan Alamanda, Kota Putrajaya, Selangor. Di pinggiran mall itu terhampar halaman berupa taman.

Tempat duduk mudah ditemukan kemanapun mata memandang. Hijau pepohonan menyejukkan udara. Di bawah pepohonan itu masyarakat berkumpul. Mereka menyatu bersama keluarga. Anak-anak berlari-lari sambil tertawa. “Tempat itu mengasyikkan,” terangnya.

Di saat adzan maghrib berkumandang, situasi itu berubah 180 derajat. Mereka bersama-sama mencari masjid atau mushalla. Tidak satupun masjid hanya diisi satu dua atau tiga barisan orang shalat berjamaah. “Lebih dari separuh kapasitas masjid setidaknya,” terang Reza.

Dia mengatakan, umat Islam di sana gemar shalat tepat pada waktunya. Adzan adalah panggilan sakral bagi mereka. Langkah kaki hanya menuju satu langkah: masjid atau mushalla. Jika tidak sempat maka mereka shalat berjamaah di kantor atau di rumah.

Selain untuk shalat, masjid juga menjadi tempat untuk buka puasa bersama. Masjid di kampusnya misalkan, kerap menjadi tempat berkumpul mereka. Jika adzan maghrib berkumandang mereka menikmati beberapa buah kurma dan segelas air putih. Mereka menikmati itu dengan duduk di pelataran masjid membuat halaqah.

“Seperti yang disunahkan Rasulullah,” terangnya menyimpulkan sebuah hadits riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi. Lagi pula, tambah Reza, kurma adalah buah terbaik di mata Allah, sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhari. “Kita mengetahui kalau ada buah terbaik selain kurma pasti Siti Maryam, ibu Nabi Isa pernah menikmatinya,” kata mahasiswa program studi manajeman sumber daya manusia ini.

Setelah itu mereka langsung melaksanakan shalat maghrib berjamaah. Sembah dan sujud kepada Allah terasa berbeda di Bulan Ramadhan, karena pahala ibadah di bulan ini jumlahnya beberapa kali lipat lebih banyak.

Umat Islam Malaysia memiliki kegiatan khusus satu hari menjelang ramadhan. Mereka mendekorasi rumah. Tempat tinggal kembali dicat. Hiasan-hiasan dinding diperbanyak. Seisi rumah dibersihkan. “Anggapannya, bukan hanya diri mereka yang menyambut Ramadhan, tetapi juga alam sekitar,” terangnya.

Selain itu, rumah yang bersih dan penuh hiasan dianggap memudahkan mereka beribadah. Di saat berdzikir mereka tidak terganggu debu. Di saat membuka mata mereka tidak melihat cat tembok yang kusam.

Reza mengatakan, bagi umat Islam Malaysia, ramadhan adalah bulan yang tidak boleh disia-siakan. Mereka mengetahui sebuah hadits yang mengatakan salah satu orang yang menyesal hidup di dunia adalah dia yang menyia-nyiakan Ramadhan.

Dia hidup dan merasakan Ramadhan berkali-kali seumur hidupnya, tetapi tidak pernah ber-qiyamullail, tidak pernah berpuasa. Dia menganggap ramadhan tidak berbeda dengan bulan-bulan lain dalam setahun.

Reza mengatakan meskipun saat ini tinggal di Malaysia, dia seperti merasakan kehidupan ramadhan di Palestina misalkan. Sebab, salah seorang temannya berasal dari negeri yang saat ini masih di bawah tekanan Israel. “Bersyukur sekali,” ucap Reza.

Sebab, keadaan di Malaysia bertolak belakang dengan keadaan negeri temannya. Di Palestina, umat Islam kesulitan Shalat Jumat di Masjid al-Aqsha. Sementara di Malaysia, shalat jumat di masjid-masjid besar bisa dilakukan kapanpun.

Beri’tikaf sepuasnya tidak dilarang. Tidak ada tentara mengawal masjid. Tidak ada menenteng senjata di samping umat Islam yang sedang shalat. Di setiap doanya tersebut nama negaranya, berharap kepada Allah agar ibu pertiwinya terbebas dari belenggu penjajahan.

Sementara Reza merasa kangen dengan anak dan istrinya. Keduanya kini di Tanah Grogot, Samarinda, Kalimanta Timur. “Sudah lebih dari setengah tahun tidak bertemu,” terangnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement