REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin bertanggung jawab atas kejahatan perang di Ukraina. Ia secara khusus menyoroti tewasnya ribuan warga sipil Ukraina akibat aksi agresi Moskow.
“Invasi Rusia ke Ukraina tetap merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional. Pembunuhan ribuan warga sipil seperti yang telah kita lihat adalah kejahatan perang yang menjadi tanggung jawab presiden Rusia,” kata Scholz kepada awak media setelah melakukan pembicaraan virtual dengan para pemimpin Barat terkait konflik di Ukraina, Selasa (19/4/2022).
Ia mengaku terenyuh melihat dampak serangan Rusia ke Ukraina. “Kami merasakan kesedihan yang luar biasa bagi para korban, dan, harus dikatakan, kemarahan besar terhadap presiden Rusia serta perang yang tidak masuk akal ini,” ujarnya.
Menurut Scholz, saat ini konflik di Ukraina telah memasuki “fase baru”. Hal itu ditandai dengan serangan baru Rusia di wilayah Ukraina timur. Scholz menekankan, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tidak akan terlibat dalam konflik di Ukraina. Namun dia menyatakan Barat bersatu dalam mendukung Ukraina.
Sejak pertempuran pecah pada 24 Februari lalu, Jerman telah mengirim senjata anti-tank, rudal permukaan-ke-udara, amunisi, dan senjata pertahanan lainnya ke Ukraina. Namun saat ini pemerintahan Scholz tengah menghadapi tekanan di dalam negeri agar mengizinkan pengiriman senjata berat ke Kiev.
Scholz dan partainya yang berhaluan kiri, yakni SPD, berargumen bahwa mengirim senjata berat ke Ukraina akan berisiko menimbulkan spiral eskalasi yang dapat membuat negara lain diserang. Meski belum menyetujui pengiriman senjata berat, pemerintahan Scholz telah menjanjikan dana sebesar 1 miliar euro untuk Ukraina. Dana itu diharapkan dapat membantu negara tersebut untuk membeli senjata yang dibutuhkan untuk melawan pasukan Rusia.
Menurut Scholz, Ukraina telah diminta menyusun daftar senjata yang dibutuhkan yang mungkin dapat dibeli langsung dari industri pertahanan.