REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tiga petinggi perusahaan produsen minyak goreng menjadi tersangka dalam kasus ekspor minyak sawit (CPO) yang menjadi bahan baku minyak goreng. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) pun mendukung agar kasus tersebut diselesaikan dalam ranah hukum.
"Karena ini sudah masuk ranah hukum, biarlah secara hukum diselesaikan. Bukti-buktinya mudah dicari," kata Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga kepada Republika.co.id, Rabu (20/4).
Kejaksaan Agung pada Selasa (19/4) menetapkan empat tersangka dalam kasus pemufakatan jahat ekspor CPO sehingga menyebabkan kelangkaan minyak goreng di dalam negeri.
Di antaranya, Komisaris Utama PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup Stanley MA serta General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang serta Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana.
Sahat mengatakan, berdasarkan regulasi sebelumnya yang diterapkan Kemendag yakni Permendag Nomor 8 Tahun 2022, persayaratan agar para eksportir CPO bisa mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) harus sudah memenuhi kewajiban domestic market obligation (DMO) CPO 20 persen dari volume yang akan diekspor.
Bukti bahwa DMO CPO telah terealisasi juga sangat ketat. Sebab, kata Sahat, harus menunjukkan bukti purchase order (PO), delivery order (DO), serta faktur pajak.
"Jadi, ketiga dokumen inilah yang perlu ditelusuri sehingga tidak perlu kehebohan besar. Tapi, karena sudah tersangka, biarlah prosesnya berjalan," kata Sahat.
Lebih lanjut, ia pun menjelaskan, bahwa ketiga perusahaan produsen minyak goreng yang tersangkut kasus masing-masing menjadi bagian dari grup perusahaan industri sawit yang saling keterkaitan. Karena itu, jika ada anggapan bahwa semestinya perusahaan minyak goreng seharusnya tidak mengurus izin ekspor CPO, Sahat menilai kurang tepat.
"Ada yang perlu diluruskan, mereka masing-masing punya grup. Di grup itu misal ada 10 perusahaan satu domestik, ekspor, dan lainnya. Jadi, seolah-olah yang mengurus ekspor tidak ada hubungannya dengan domestik, ya ada hubungannya karena mereka satu grup," kata Sahat.
Sahat menambahkan, GIMNI selaku asosiasi tidak akan ikut menyiapkan bantuan hukum kepada para tersangka. Sebab, masing-masing perusahaan yang lebih tepat untuk memfasilitasi bantuan hukum.