REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Para ahli mengemukakan gagasannya mengenai regulasi produk tembakau alternatif, salah satunya pada aspek pemungutan pajak dan cukai. Diskusi ini diadakan oleh The Science & Policy of Tobacco Harm Reduction di Taiwan beberapa waktu lalu.
Menurut para ahli tersebut, pengenaan tarif pajak pada produk tembakau bersifat regresif karena menambah beban keuangan yang tidak proporsional pada masyarakat dengan perekonomian bawah, dan memicu hadirnya produk ilegal.
“Beban keuangan yang tidak proporsional tersebut berakibat pada akses kebutuhan pokok yang semakin sulit, seperti makanan, air bersih, dan tempat tinggal yang layak. Kita perlu kebijakan yang lebih baik dengan mempertimbangkan insentif, riset, dan inovasi,” kata CEO dari Center for Market Education Malaysia, Dr. Carmelo Ferlito.
Tidak hanya soalan beban keuangan, tarif cukai produk alternatif yang tinggi juga mendorong praktik impor barang ilegal. Menurut ahli dari Feng Chia University, Prof. Chee-Ruey Hsieh, tingginya cukai tersebut dapat memicu naiknya angka penyelundupan produk tembakau. Itu artinya, pemerintah juga akan kehilangan banyak pendapatan yang diakibatkan kebijakan cukai itu sendiri.
Merespons hal tersebut, Ketua Umum Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo menilai pentingnya mempertimbangkan regulasi vape berdasarkan profil risiko yang ada dan memberikan perlindungan konsumen melalui regulasi fiskal, kesehatan, dan standardisasi.
“Setiap negara berupaya untuk menurunkan angka perokok dengan regulasi yang juga berbeda. Namun, satu kesamaannya ialah ada aturan batasan usia pengguna dan pembedaan aturan mengenai fiskal dan kesehatan dengan rokok yang dibakar berdasarkan profil risikonya,” papar Ariyo.
Melihat proyeksi ekonomi makro bahwa target penerimaan cukai hasil tembakau untuk APBN 2022 ditargetkan meningkat sebesar 11,4 persen dari tahun sebelumnya. Mengenai hal ini, seharusnya insentif diberlakukan guna memenuhi pencapaian target tersebut, terutama untuk produk alternatif tembakau.
Karenanya, pengkajian ulang dalam menetapkan tarif cukai dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kemungkinan loss untuk pemerintah maupun konsumen. Alih-alih mencapai target peningkatan penerimaan APBN, hal ini justru bisa melemahkan industri sebagai salah satu sumber pemasukan negara.