REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menunaikan zakat merupakan rukun Islam yang keempat. Di Indonesia, aturan tentang zakat tercantum dalam Undang-Undang tentang pengelolaan zakat. Secara garis besar, zakat dibagi dalam dua jenis, yaitu zakat maal atau harta dan zakat fitrah. Namun, banyak orang yang masih bingung dengan istilah zakat penghasilan. Apa perbedaan zakat maal dan penghasilan?
Pakar ekonomi syariah Irfan Syauqi Beik mengatakan zakat pendapatan dan jasa atau dikenal zakat penghasilan merupakan bagian dari zakat maal. “Zakat penghasilan adalah penghasilan yang diperoleh karena keahlian seseorang,” kata Irfan webinar Sharia Financial Planing, Praktis dan Mudah Menghitung Zakat, Rabu (20/4/2022).
Perhitungan zakat penghasilan telah disepakati dalam Muktamar Internasional tentang zakat di Kuwait pada 30 April 1984 dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No.3 tahun 2003. Zakat penghasilan juga ditetapkan sebagai salah satu sumber zakat dalam Pasal 4 ayat 2 UU Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.
Untuk qiyasnya di Indonesia dengan zakat emas atau perak atau beras. Irfan menjelaskan, dalil tentang zakat penghasilan juga tercantum dalam sejumlah kitab, di antaranya kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid.
“Pendapat Ibnu Abbas r.a., yaitu ketika menanggapi seseorang yang mendapatkan manfaat harta dari pekerjaannya, maka ia mengatakan hendaknya orang tersebut mengeluarkan zakatnya pada hari ia mendapatkannya,” ujarnya.
Dalil lain tercantum dalam kitab Al-Muwattha karya Imam Malik dari Ibnu Syihab Az-Zuhri. Dia mengatakan orang pertama yang mengambil zakat dari pendapatan yang diberikan dari Baytul Maal adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan r.a. dalam kapasitasnya sebagai khalifah dan para sahabatnya yang masih hidup tidak menentang keputusan tersebut.
Irfan melanjutkan, mengacu pada aturan BAZNAS Nomor 34 tahun 2020, zakat penghasilan diperoleh dari penghasilan yang melebihi nishab dikurangi dengan pendapatan tidak kena zakat (PTKZ). BAZNAS menetapkan PTKZ saat ini nilainya Rp 1 juta.
“Nishabnya bisa 85 gram emas per tahun, 595 gram perak per tahun, atau 524 kilogram beras per bulan,” ucapnya.
Untuk cara menghitungnya mudah. Total pendapatan yang didapat dalam satu bulan dikurangi dengan PTKZ lalu dikali dengan 2,5 persen.
Misal, A berpenghasilan Rp 10 juta per bulan (sudah melewati nishab). Maka perhitungan zakatnya adalah (Rp 10 juta – Rp 1 juta) x 2,5 persen = Rp 225 ribu.