Kamis 21 Apr 2022 12:45 WIB

Sering Naik Pesawat? Ada Penelitian Bisa Kena Kanker Ini

Penelitian catat bepergian dengan pesawat tingkatkan risiko terkena kanker tertentu.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Nora Azizah
Penelitian catat bepergian dengan pesawat tingkatkan risiko terkena kanker tertentu.
Foto: www.freepik.com
Penelitian catat bepergian dengan pesawat tingkatkan risiko terkena kanker tertentu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bepergian dengan pesawat tentu lebih menghemat waktu dibandingkan melalui jalur darat maupun laut. Namun para ahli memperingatkan jika Anda melakukannya cukup sering, Anda mungkin berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang serius.

Studi tahun 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Health telah menemukan mereka yang sering terbang terutama pramugari, lebih mungkin mengembangkan jenis kanker tertentu. Peneliti dari Harvard TH Chan School of Public Health menerbitkan studi tentang prevalensi diagnosis kanker di antara 5.366 pramugari.

Baca Juga

Untuk melakukannya, mereka mensurvei peserta dari Harvard Flight Attendant Health Study, membandingkan diagnosis kanker yang mereka laporkan sendiri dengan data kontrol dari National Health and Nutrition Examination Survey. Para peneliti mengetahui pramugari berisiko lebih tinggi terkena setiap jenis kanker, terutama kanker payudara, kanker kulit melanoma, dan kanker kulit non-melanoma termasuk karsinoma sel basal dan karsinoma sel skuamosa. Sementara secara statistik kurang mencolok, kanker endometrium, gastrointestinal, tiroid, dan serviks semuanya ditemukan secara tidak proporsional mempengaruhi pramugari.

Studi tersebut menunjukkan semakin sering seseorang terbang, semakin besar kemungkinan mereka untuk mengembangkan jenis kanker tertentu. Secara khusus, mereka mengetahui pramugari wanita dengan masa kerja lebih lama melaporkan sendiri tingkat kanker kulit non-melanoma yang lebih tinggi.

American Cancer Society (ACS) mencatat penumpang juga terpapar, tapi karena mereka menghabiskan lebih sedikit waktu di udara daripada pramugari, paparan mereka lebih rendah. Sementara studi Harvard tidak secara eksplisit menyebutkan penyebab tingkat risiko yang lebih tinggi yang terkait dengan bekerja sebagai pramugari.

ACS mengatakan dua faktor utama yang mungkin disalahkan adalah radiasi pengion kosmik dan kualitas udara yang terganggu di dalam kabin. Organisasi tersebut menjelaskan radiasi pengion kosmik adalah bentuk radiasi yang berasal dari luar angkasa dan lebih intens saat Anda naik lebih tinggi di udara. 

"Ada kemungkinan bentuk radiasi ini meningkatkan risiko kanker," ujar organisasi itu seperti dilansir dari laman BestLife Online, Selasa (19/4/2022).

Adapun kualitas udara di dalam kabin, keadaan telah membaik sejak tahun 1990, ketika merokok di dalam pesawat menjadi ilegal. Namun, ACS mencatat tidak banyak yang diketahui tentang kualitas udara kabin dan seberapa sehatnya. Udara di kabin pada beberapa penerbangan mungkin mengandung pestisida dan bahan kimia lainnya. Studi tersebut menambahkan hanya ada sedikit perlindungan yang melindungi pramugari dari faktor risiko tersebut. 

"Paparan pramugari terhadap radiasi pengion masih belum dipantau atau diatur dengan cara apa pun, terlepas dari kenyataan bahwa awak kabin terpapar dengan dosis efektif tahunan rata-rata terbesar dibandingkan dengan semua pekerja radiasi AS lainnya," tulis studi tersebut.

Pakar ACS mengatakan, mungkin ada beberapa faktor lain yang berkontribusi pada peningkatan risiko kanker dalam demografi ini. Secara khusus, pramugari cenderung memiliki jadwal tidur yang teratur terganggu oleh perubahan waktu dan jadwal yang tidak teratur.

"Ada beberapa bukti yang menghubungkan gangguan tidur dengan peningkatan risiko kanker. Pramugari juga mungkin memiliki perilaku gaya hidup yang berbeda terkait dengan diet, aktivitas fisik, dan perawatan kesehatan daripada populasi umum," jelas ACS.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement