Kamis 21 Apr 2022 14:16 WIB

Menteri Keuangan G20 Soroti Krisis Pangan Akibat Perang Rusia-Ukraina

Kenaikan harga komoditas akan menimbulkan krisis pangan di negara-negara miskin.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
 Prajurit Ukraina menggali parit di posisi utara ibukota Kyiv, Ukraina, Selasa, 29 Maret 2022. Para menteri keuangan negara-negara G20 di Washington DC, Amerika Serikat menyerukan perlunya mengatasi potensi krisis ketahanan pangan sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina. Hal ini mengingat perang dan berbagai tindakan yang menyertainya telah memicu kenaikan harga komoditas energi dan pangan.
Foto: AP/Vadim Ghirda
Prajurit Ukraina menggali parit di posisi utara ibukota Kyiv, Ukraina, Selasa, 29 Maret 2022. Para menteri keuangan negara-negara G20 di Washington DC, Amerika Serikat menyerukan perlunya mengatasi potensi krisis ketahanan pangan sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina. Hal ini mengingat perang dan berbagai tindakan yang menyertainya telah memicu kenaikan harga komoditas energi dan pangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para menteri keuangan negara-negara G20 di Washington DC, Amerika Serikat menyerukan perlunya mengatasi potensi krisis ketahanan pangan sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina. Hal ini mengingat perang dan berbagai tindakan yang menyertainya telah memicu kenaikan harga komoditas energi dan pangan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan hal tersebut tidak diantisipasi secara dini, akan menimbulkan krisis pangan di negara-negara miskin dan rentan yang memiliki kapasitas fiskal yang terbatas.

Baca Juga

"Apabila hal tersebut tidak diantisipasi secara dini, akan menimbulkan krisis pangan di negara-negara miskin dan rentan yang memiliki kapasitas fiskal terbatas," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (21/4/2022).

Menurutnya negara-negara emerging menghadapi efek limpahan yang lebih luas, antara lain terjadinya gangguan perdagangan internasional, kenaikan harga komoditas, termasuk pangan dan energi, meningkatnya jumlah pengungsi dan isu humanitarian.

"Tantangan ini menjadi sangat signifikan mengingat dunia masih dalam upaya memperkuat prospek pertumbuhan ekonomi global," ucapnya.

Maka itu, Sri Mulyani mendorong para pembuat kebijakan untuk memperkuat pemulihan ekonomi yang tangguh dan inklusif, mengatasi dampak buruk pandemi, melakukan reformasi transformasional untuk mengatasi tantangan dan peluang perubahan iklim dan pemanfaatan teknologi digital.

Dalam diskusi lainnya pada pertemuan koalisi para menteri keuangan perubahan iklim, dia menyampaikan penetapan harga karbon internasional diharapkan bisa lebih seimbang dengan mempertimbangkan kapasitas masing-masing negara, terutama guna mewujudkan transisi yang adil dan terjangkau.

Sri Mulyani bersama Menkeu Finlandia memimpin pertemuan koalisi tersebut yang ditujukan untuk mendiskusikan upaya koalisi dalam menanggapi krisis energi yang terjadi, tanpa harus mengorbankan tujuan jangka menengah dalam penanganan isu perubahan iklim.

Sri Mulyani juga menghadiri acara yang diselenggarakan oleh IMF dengan tajuk A Dialog with G20 Emerging Markets yang dipimpin oleh Managing Director IMF dan dihadiri oleh negara-negara emerging market anggota G20, antara lain Indonesia, Saudi Arabia, Argentina, Brazil dan Afrika Selatan.

Dalam kesempatan ini, dia mendorong para pembuat kebijakan untuk memperkuat pemulihan ekonomi yang tangguh dan inklusif, mengatasi dampak buruk pandemi, melakukan reformasi transformasional untuk mengatasi tantangan dan peluang perubahan iklim, serta pemanfaatan teknologi digital.

Selain agenda-agenda di atas, Sri Mulyani juga melakukan pertemuan bilateral dengan presiden dua lembaga keuangan internasional, yaitu Bank Pembangunan Asia (ADB) dan Bank Dunia, serta melakukan pertemuan bilateral dengan beberapa negara mitra utama, yaitu Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Malaysia, Argentina, dan Brazil.

Pertemuan dengan Presiden ADB mendiskusikan berbagai upaya konkret untuk dapat segera mewujudkan mekanisme transisi energi melalui percepatan penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara dan secara bersamaan, mengembangkan energi alternatif terbarukan.

Sementara pertemuan dengan Presiden Bank Dunia membicarakan antara lain mengenai peningkatan kerja sama antara Bank Dunia dan Pemerintah Indonesia, seiring dengan Bank Dunia yang telah menjadi mitra pemerintah dalam proses reformasi kebijakan di Indonesia.

Selanjutnya, pertemuan dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat banyak membahas mengenai berbagai agenda prioritas pada Presidensi G20 Indonesia, salah satu agenda yang menjadi target yang dapat disampaikan adalah pembentukan fasilitas pembiayaan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanganan pandemi masa depan sebagai bagian dari penguatan arsitektur kesehatan internasional.

Pada pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan Brazil dan Argentina, Menkeu Sri Mulyani mengatakan agar di tengah krisis geopolitik saat ini, G20 tetap dapat memainkan peran sebagai forum ekonomi internasional yang mampu mengatasi berbagai isu strategis dan kritis melalui upaya kolektif dan terkoordinasi.

Menteri Keuangan Argentina dan Brazil pun memberikan dukungan penuh kepada Presidensi G20 Indonesia untuk mencapai berbagai target yang dapat disampaikan, termasuk dalam penanganan dampak krisis geopolitik, masalah kesehatan global, pandemi, perubahan iklim, dan stabilitas keuangan internasional.

Sedangkan pertemuan dengan Menteri Keuangan Malaysia membahas mengenai upaya bersama dalam merelaksasi peraturan terkait counter measures COVID-19. Kedua Menteri juga berdiskusi mengenai dampak kenaikan harga minyak sawit kepada ekonomi masing masing negara dan memperkuat ketahanan masyarakat terhadap perubahan harga, sehingga Indonesia dan Malaysia sepakat bekerja sama menangani dampak lingkungan dari minyak sawit tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement