Kamis 21 Apr 2022 15:04 WIB

Capres Prancis Le Pen Pastikan Larang Jilbab di Ruang Publik

Macron memperingatkan rencana Le Pen melarang jilbab akan memicu perang saudara.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Friska Yolandha
Kandidat sentris dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, kiri, dan pesaing sayap kanan Marine Le Pen berpose di depan debat televisi di La Plaine-Saint-Denis, di luar Paris, Rabu, 20 April 2022.
Foto: Ludovic Marin, Pool via AP
Kandidat sentris dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, kiri, dan pesaing sayap kanan Marine Le Pen berpose di depan debat televisi di La Plaine-Saint-Denis, di luar Paris, Rabu, 20 April 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Calon Presiden Prancis, Le Pen menegaskan terkait kebijakannya soal pemakaian jilbab jika ia terpilih nanti. Saat debat dengan rivalnya, Emmanuel Macron, yang disiarkan di televisi, Le Pen memastikan akan melarang pemakaian jilbab di tempat umum. 

“Apa yang ingin saya lakukan adalah melawan Islamisme karena, tidak seperti apa yang Anda katakan, saya tidak lupa bahwa ada terorisme, saya tidak lupa bahwa ada Islamis,” katanya, berbicara kepada Macron dilansir dari Arab News, Rabu (20/4/2022).

Baca Juga

“Saya pikir kita perlu memperkenalkan undang-undang yang menentang ideologi Islam. Saya tidak melawan sebuah agama, saya tidak melawan Islam, yang merupakan agama yang memiliki tempat (di Prancis). Saya berjuang melawan ideologi Islam yang merupakan cara berpikir yang merusak fondasi republik kita, yang merusak kesetaraan antara pria dan wanita, merusak sekularisme, merusak demokrasi,” tambahnya. 

Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron memperingatkan bahwa saingan sayap kanannya Marine Le Pen berisiko memicu "perang saudara" jika dia terpilih. Terutama jika ia menerapkan rencananya untuk melarang jilbab Muslim di tempat umum.

Selama debat presiden yang disiarkan televisi, Le Pen menegaskan bahwa dia mendukung ide kontroversialnya untuk melarang jilbab, yang dia sebut "seragam yang dikenakan oleh Islamis," tetapi dia mengatakan dia tidak "berperang melawan Islam."

"Anda akan menyebabkan perang saudara jika Anda melakukan itu. Saya mengatakan ini dengan sejujurnya. Prancis, rumah Pencerahan dan universalisme, akan menjadi negara pertama di dunia yang melarang simbol agama di ruang publik. Itu yang kamu usulkan, tidak masuk akal," katanya.

“Anda mengusulkan berapa banyak polisi yang mengejar jilbab atau kippa atau simbol agama?," lanjutnya. 

Le Pen awalnya berusaha untuk mengecilkan pentingnya larangan tersebut ketika ditanya tentang hal itu. Ia mengatakan bahwa hal itu "menyebabkan kegembiraan di media beberapa hari terakhir ini meskipun itu hanya satu bagian dari keseluruhan."

Pemilu tahun ini menjadi taruhan besar bagi Muslim Prancis. Le Pen adalah pemimpin bersejarah dari Reli Nasional yang telah mengkampanyekan retorika antiimigrasi selama bertahun-tahun.

Sekilas agak lebih baik dari Le Pen, Emmanuel Macron, telah berjuang untuk meyakinkan minoritas Prancis tentang kesediaannya untuk membela hak-hak mereka. Tapi sepanjang kekuasaannya, partai Macron telah mengesahkan undang-undang kontroversial menentang "separatisme" yang secara luas dipandang sebagai diskriminatif terhadap Muslim, hingga membubarkan organisasi anti-rasis besar yang memantau Islamofobia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement