REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Gerakan perempuan berkemajuan sudah mengakar di organisasi ‘Aisyiyah. Tokoh ‘Aisyiyah, Siti Chamamah Soeratno mengatakan, peran perempuan berkemajuan di ‘Aisyiyah tentu tidak dapat dilepaskan dari Muhammadiyah yang berlandaskan Islam berkemajuan.
Hal tersebut disampaikan Chamamah dalam Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 yang digelar, Kamis (14/4/2022). Chamamah pun menyampaikan berbagai hal yang dapat dijadikan bekal oleh perempuan untuk menjadi perempuan berkemajuan.
Setidaknya, ada enam poin yang dapat dijadikan sebagai refleksi dan evaluasi untuk menjadi perempuan berkemajuan. Pertama, sebutnya, harus memiliki integritas. Kedua, punya komitmen. Lalu ketiga, yakni militansi, dan keempat mempunyai daya juang solidaritas atau ukhuwah.
“Yang kelima, memiliki wawasan luas atau pandangan dunia Islami, dan keenam harus profesionalitas berbasis ideologi gerakan yang menjiwai seluruh perilaku anggota,” kata Chamamah yang juga pakar virologi tersebut.
Di bagian lain, ia juga sampaikan mengenai berbagai akar historis perempuan berkemajuan. Pertama, akar historis perempuan berkemajuan adalah menyampaikan Islamisasi yang sangat dinamis.
Kemudian yang kedua yakni semangat Islam yang menjiwai segenap aspek kehidupan. Lantas ketiga, berkemajuan yang terindikasi pada Islam sebagai agama yang tidak pernah berhenti dan terus bergerak maju melintasi zaman.
“Sekaligus selalu memiliki potensi-potensi unggul. Inilah beberapa hal yang harus dipegang seorang perempuan berkemajuan ,” pintanya.
Sementara ahli fikih modern, Alyasa Abubakar yang juga mengisi seminar tersebut, menyampaikan terkait nilai-nilai Islam yang harus dipahami agar perempuan dapat menjadi muslimah berkemajuan. Menurutnya, nilai yang paling penting atau fundamental dalam Islam untuk menjadi perempuan berkemajuan terbagi menjadi tiga nilai dasar.
Dalam ayat Alquran, tambahnya, tiga nilai dasar tersebut terdiri dari iman, amal shaleh, dan kasih sayang. “Sebagai contoh, kalau kita lihat surat Al-’Ashr. Dalam surat ini, manusia itu rugi kecuali orang-orang beriman, kemudian orang-orang yang beramal shaleh dan orang-orang yang berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran. Jadi di sini ada beriman, ada beramal shaleh dan ada saling berwasiat,” ujarnya.
Dalam hadis, juga ada beberapa nilai dasar untuk perempuan berkemajuan yakni iman, Islam dan ihsan. Alyasa menjelaskan, Rasulullah menjelaskan bahwa iman itu isinya rukun iman yang enam.
Sedangkan, Islam dalam hal ini diungkapkan Alyasa sebagai rukun Islam. “Islam ini kadang-kadang disebut sebagai syariah dan kadang-kadang disebut sebagai amal shaleh,” jelas Alyasa.
Ihsan, lanjutnya, adalah pesaaan atau kesadaran untuk sanggup berada di hadapan Allah. Kalau tidak bisa merasa berada di hadapan Allah, katanya, maka harus bisa merasa berada di dalam pengawasan Allah.
Sementara itu, Ketua Majelis Hukum dan HAM PP ‘Aisyiyah, Athiyatul Ulya, memaparkan terkait isu-isu dan tantangan yang dihadapi oleh ‘Aisyiyah sebagai organisasi perempuan Islam. Diungkapkan, kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat signifikan berdasarkan laporan seluruh pimpinan wilayah ‘Aisyiyah dan pimpinan daerah ‘Aisyiyah.
‘’Adapun bentuknya sangat beragam, baik kekerasan ekonomi, kekerasan fisik, verbal dan sebagainya,” kata Ulya.
Melihat persoalan yang masih terjadi terkait isu keluarga ini, Ulya menyebut, ‘Aisyiyah sudah menyusun beberapa agenda strategis untuk merespon permasalahan tersebut. Tentunya, kata Ulya, agenda strategis yang disusun masih sangat relevan dengan kondisi terkini.