REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat membekuk dua orang yang melakukan pengoplosan atau pemindahan gas liquified petroleum gas (LPG) secara ilegal dari tabung gas subsidi 3 kilogram ke tabung non-subsidi 12 kilogram. Dua tersangka berinisial MS dan AA dibekuk pada saat melakukan aksinya itu di gudang yang berada di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
"Jadi ini perkembangan penyelidikan, pada saat 19 April 2022, ditemukan adanya orang yang memindahkan isi gas dari tabung 3 kilogram, ke tabung 12 kilogram," kata Kabidhumas Polda Jawa Barat Kombes Pol Ibrahim Tompo, Kamis (21/4/2022).
Dalam kasus ini, menurutnya ada satu orang tersangka lainnya yakni GS yang masih berstatus dalam daftar pencarian orang (DPO). GS menurutnya diduga berperan sebagai pemilik dari usaha ilegal tersebut.
Menurut Tompo, para pelaku pengoplosan gas 3 kilogram bersubsidi ke tabung gas 12 kilogram di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, meraup untung sekitar Rp 175 juta per bulan. Dari tangan pelaku disita 451 tabung terdiri atas 58 unit tabung 12 kg, 8 unit tabung 5,5 kg, dan 385 unit tabung 3 kg.
Para pelaku, kata dia, membeli gas LPG 3 kilogram dari penjual resmi di sekitar TKP dengan harga Rp 17.500,00 per unitnya. Selanjutnya, gas di tabung 3 kilogram itu dipindahkan ke tabung 12 kilogram.
Setiap tabung 12 kilogram itu, kata dia, diisi dari empat tabung gas 3 kilogram. Dengan begitu, modal untuk mengoplos tabung 12 kilogram dari tabung 3 kilogram seharga Rp 70 ribu.
Gas tabung 12 kilogram itu dijual dengan harga Rp 180 ribu hingga Rp 185 ribu per tabung. Dengan demikian, para pelaku bisa meraup untung dari gas 12 kilogram sebesar Rp 115 ribu per tabung.
Sementara itu, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat AKBP Roland Ronaldy mengatakan bahwa para pelaku bisa memindahkan 200 tabung 3 kilogram ke dalam 50 tabung 12 kilogram dalam sehari.
"Keuntungan yang diperoleh per harinya itu sekitar Rp 5,7 juta. Kalau dikalkulasi itu, 1 bulan sekitar Rp 175 juta," katanya menjelaskan.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 55 Paragraf 5 tentang Energi dan Sumber Daya Mineral Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atas Perubahan Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 60 miliar.