REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China, Xi Jinping pada Kamis (21/4/2022) mengusulkan inisiatif keamanan global yang menjunjung prinsip keamanan tak terpisahkan. Konsep ini juga didukung oleh Rusia.
Dalam sebuah pidato yang disampaikan melalui video di Forum tahunan Boao Asia, Xi mengatakan, dunia harus menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua negara. Termasuk memperhatikan masalah keamanan bagi semua orang.
“Kita harus menjunjung tinggi prinsip keamanan yang tidak dapat dibagi, membangun arsitektur keamanan yang seimbang, efektif dan berkelanjutan, dan menentang pembangunan keamanan nasional atas dasar ketidakamanan di negara lain,” kata Xi pada pertemuan di pulau Hainan, China selatan.
Dalam pembicaraan tentang Ukraina, Rusia bersikeras bahwa pemerintah Barat menghormati perjanjian 1999 berdasarkan prinsip "keamanan tak terpisahkan". Prinsip tersebut berarti tidak ada negara yang dapat memperkuat keamanannya sendiri dengan mengorbankan orang lain.
Xi juga mengulangi penentangan China terhadap sanksi sepihak dan "yurisdiksi lengan panjang". Namun China tidak secara langsung menyebutkan tindakan hukuman Barat terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina. Xi mengatakan, perlu upaya untuk menstabilkan rantai pasokan global.
China telah menolak untuk mengutuk invasi Rusia pada 24 Februari di Ukraina. China justru menyalahkan krisis Ukraina pada ekspansi NATO ke arah timur. Analis mencatat bahwa ini adalah pertama kalinya China memperdebatkan "keamanan tak terpisahkan" di luar konteks krisis Rusia-Ukraina, dengan implikasi pada tindakan Amerika Serikat (AS) di Asia.
“Jika China menganggap tindakan AS dan sekutunya di Taiwan atau Laut China Selatan sebagai mengabaikan masalah keamanannya, itu bisa membangkitkan konsep 'keamanan tak terpisahkan' untuk mengklaim landasan moral yang tinggi sebagai pembalasan," kata profesor di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam di Singapura, Li Mingjiang.
Seorang profesor hukum di City University of Hong Kong, Wang Jiangyu, mengatakan, dengan mengusung konsep "keamanan tak terpisahkan", China dapat berharap tindakan mereka membela kepentingan intinya bisa tampak lebih sah bagi negara lain.
China telah berulang kali mengkritik sanksi Barat, termasuk sanksi terhadap Rusia. Namun di sisi lain, China berhati-hati untuk tidak memberikan bantuan kepada Moskow karena dapat menyebabkan sanksi kepada Beijing.