REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dalam penyerangan Israel terhadap Palestina terakhir kali, setidaknya 152 warga Palestina terluka di Masjid Al Aqsa, Yerusalem Jumat (15/4/2022). Pasukan Israel memblokir beberapa pertemuan warga Palestina di awal bulan suci Ramadhan.
Kedua belah pihak telah menyaksikan peningkatan kekerasan selama sebulan terakhir, dengan pasukan Israel meningkatkan penangkapan dan penggerebekan di Tepi Barat yang diduduki dan warga Palestina menyerang kota-kota Israel.
Yerusalem telah menjadi tempat konflik dan kekerasan antara Palestina dan Israel selama 100 tahun. Tahun lalu, serangan kekerasan di kompleks itu merupakan salah satu pemicu pemboman 11 hari di Gaza, yang mengakibatkan kematian sedikitnya 232 warga Palestina, termasuk 65 anak-anak, dan 12 warga Israel, termasuk dua anak-anak.
TRT World melihat mengapa kompleks Masjid Al Aqsa menjadi titik nyala konflik Israel-Palestina. Masjid ini bagi umat Islam adalah tempat suci, sementara orang Yahudi menyebutnya sebagai Bukit Bait Suci.
Sebagai bagian dari kesepahaman antara negara tetangga Yordania dan Israel, Yordania berfungsi sebagai penjaga situs, yang dioperasikan oleh wakaf Islam.
Hanya Muslim yang bisa berdoa di dalam, dan orang Yahudi di Tembok Barat. Israel bertanggung jawab atas keamanan di masjid.
Selama bertahun-tahun orang Israel telah mengabaikan pengaturan yang disepakati pada 1967 oleh Israel, Yordania dan otoritas agama Muslim dan telah mengunjungi kompleks dalam jumlah yang lebih besar dan mengadakan doa yang bertentangan.
Warga Palestina memandang kunjungan yang dikawal polisi itu sebagai provokasi yang kerap memicu kekerasan serius. Beberapa orang Israel mengatakan situs itu harus terbuka untuk semua jamaah.
Baca juga: Calon Presiden Prancis Marine Le Pen Bersumpah akan Larang Jilbab Jika Terpilih
Raja Yordania Abdullah mengatakan bahwa tindakan sepihak Israel di Masjid Al Aqsa, Yerusalem merusak prospek perdamaian di wilayah tersebut, Senin (18/4/2022).
Berbicara dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Raja mengatakan tindakan provokatif Israel di kompleks masjid melanggar status quo hukum dan sejarah tempat suci umat Islam.
Monarki Hashemite Raja Abdullah telah menjadi penjaga situs-situs tersebut sejak 1924, membayar pemeliharaan dan restorasi mereka.