Kamis 21 Apr 2022 20:23 WIB

 Anggota Hizbullah Lebanon: Rp 129 Triliun Cukup untuk Lenyapkan Israel

Hizbullah Lebanon menjadi simbol perlawanan paling ditakuti Israel saat ini

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Hizbullah, sayap militer yang berhasil mengusir Israel dari Lebanon pada 2006 lalu. Hizbullah Lebanon menjadi simbol perlawanan paling ditakuti Israel saat ini
Foto: Reuters
Hizbullah, sayap militer yang berhasil mengusir Israel dari Lebanon pada 2006 lalu. Hizbullah Lebanon menjadi simbol perlawanan paling ditakuti Israel saat ini

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT–Seorang anggota parlemen Lebanon, Mohammad Raad mengklaim anggaran sebesar Rp 129 triliun akan cukup untuk melenyapkan Israel. Dia tidak memberikan penjelasan tentang alasan apa yang mendasarinya berpaku pada angka-angka itu. 

Dilansir dari The New Arab, Rabu (20/4/2022), Raad yang mengepalai blok parlemen Hizbullah menyebut perlawanan kepada Israel cukup dengan dana dengan jumlah itu. Padahal biaya perang di Yaman mencapai Rp 12 kuadriliun.  

Baca Juga

"Perlawanan hanya membutuhkan $9 miliar (lebih dari Rp 129 triliun) agar tidak ada lagi Israel di kawasan itu," katanya.  

Raad membuat komentarnya pekan lalu dalam sebuah upacara di kota Nabatiyeh, Lebanon Selatan, wilayah kubu milisi Syiah Hizbullah yang didukung Iran. 

Israel menganggap Hizbullah sebagai ancaman besar. Kedua belah pihak berperang selama sebulan yang menghancurkan pada 2006, dan telah terlibat dalam pertempuran kecil di perbatasan sejak itu. 

Hizbullah, yang terkadang menyebut dirinya dan sekutunya sebagai "Perlawanan Islam di Lebanon", saat ini menolak untuk menyerahkan persediaan senjatanya, dengan mengatakan bahwa Israel masih merupakan ancaman. 

Kelompok tersebut telah terlibat secara militer di Suriah dalam mendukung rezim Presiden Bashar al-Assad dan juga merupakan pendukung vokal pemberontak Houthi di Yaman, meskipun menyangkal kehadiran militer di negara itu. 

Partai yang berbasis di Lebanon dalam beberapa tahun terakhir mengecam Arab Saudi atas apa yang disebutnya "kejahatan perang" di Yaman. 

Arab Saudi melakukan intervensi di Yaman melawan pemberontak Houthi pada 2015 dan konflik di negara itu secara luas dilihat sebagai perang proksi antara Iran dan Arab Saudi.  

Sementara itu, secara terpisah, zionis Israel melakukan penyerangan terhadap Masjid Al Aqsa. Pada Jumat (15/4/2022) lalu, setidaknya 152 warga Palestina terluka di Masjid Al Aqsa, Yerusalem  Jumat (15/4/2022). Pasukan Israel memblokir beberapa pertemuan warga Palestina di awal bulan suci Ramadhan.  

Kedua belah pihak telah menyaksikan peningkatan kekerasan selama sebulan terakhir, dengan pasukan Israel meningkatkan penangkapan dan penggerebekan di Tepi Barat yang diduduki dan warga Palestina menyerang kota-kota Israel. 

Yerusalem telah menjadi tempat konflik dan kekerasan antara Palestina dan Israel selama 100 tahun.  Tahun lalu, serangan kekerasan di kompleks itu merupakan salah satu pemicu pemboman 11 hari di Gaza, yang mengakibatkan kematian sedikitnya 232 warga Palestina, termasuk 65 anak-anak, dan 12 warga Israel, termasuk dua anak-anak. 

TRT World melihat mengapa kompleks Masjid Al Aqsa menjadi titik nyala konflik Israel-Palestina. Masjid ini bagi umat Islam adalah tempat suci, sementara orang Yahudi menyebutnya sebagai Bukit Bait Suci. 

Sebagai bagian dari kesepahaman antara negara tetangga Yordania dan Israel, Yordania berfungsi sebagai penjaga situs, yang dioperasikan oleh wakaf Islam.  

Hanya Muslim yang bisa berdoa di dalam, dan orang Yahudi di Tembok Barat. Israel bertanggung jawab atas keamanan di masjid.  

Selama bertahun-tahun orang Israel telah mengabaikan pengaturan yang disepakati pada 1967 oleh Israel, Yordania dan otoritas agama Muslim dan telah mengunjungi kompleks dalam jumlah yang lebih besar dan mengadakan doa yang bertentangan.      

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement