REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Total fertility rate (TFR) atau angka kesuburan total atau rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita selama masa usia subur/reproduksinya mengalami penurunan pada 2021 menjadi 2,24. Sebelumnya pada 2019, angka kesuburan total (TFR) berada pada angka 2,45.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan, penurunan ini merupakan sebuah perjuangan yang tidak mudah saat pandemi Covid-19 melanda. Hasto mengatakan, BKKBN melakukan berbagai upaya untuk menurunkan TFR tersebut.
“Seperti memperluas mitra Dinas-dinas KB di Kabupaten/Kota dengan bidan-bidan praktik swasta. Bahkan, untuk mengakses alat maupun obat dan anggaran tidak lagi melalui Puskesmas tetapi langsung kepada Dinas KB di Kabupaten/Kota dan penyelenggaraan Gerakan Sejuta Akseptor,” kata Hasto, Kamis (21/4/2022).
TFR merupakan salah satu faktor yang sangat erat dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut hasil Supas 2015, AKI sebanyak 305 per 100 ribu kelahiran hidup.
“Pada tahun 2024 pemerintah mentargetkan 183 per 100 ribu kelahiran hidup dan seterusnya," kata dia.
Target tersebut, lanjut Hasto, memang sangat menantang. Selain TFR, faktor lain penurunan AKI dan AKB, yakni angka kelahiran menurut kelompok umum tertentu (age specific fertility rate/ASFR) atau banyaknya kelahiran tiap 1.000 perempuan pada kelompok umur tertentu.
Berdasarkan hasil analisis BKKBN pada 2019, ASFR di usia 15-19 tahun masih tinggi, yakni 28 per 1.000. Pada 2020 menjadi 25 per 1.000 dan 20,5 per 1.000 pada 2021.
“Artinya, jumlah perempuan yang hamil dan melahirkan antara usia 15-19 tahun itu ternyata juga mengalami penurunan per 1.000-nya. Artinya, peluang risiko tinggi terjadinya kematian karena usia yang terlalu muda juga bisa ditekan ternyata selama pandemi menurun. Inilah barangkali satu faktor yang juga memberikan kontribusi terhadap bagaimana agar AKI dan AKB itu tidak meningkat terus atau dalam hal ini bisa menurun dengan cepat. Karena kemarin mengalami peningkatan di masa pandemi,” terangnya.
Baca juga: Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Saat bersamaan BKKBN juga menargetkan mempercepat penurunan stunting. “Sebetulnya juga sama dengan menurunkan kematian ibu dan bayi, karena stunting merupakan faktor jauh, sedangkan faktor intermediate kalau diatasi maka akan juga menurunkan kematian ibu dan bayi," ucapnya.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga menyebutkan bahwa perkawinan anak menjadi penyebab tingginya AKI dan sangat lekat dengan kesetaraan gender. Sebab, perempuan yang sering dikawinkan pada usia masih anak-anak dengan beberapa alasan seperti kemiskinan, menjaga hubungan keluarga besar, melindungi dari hamil di luar nikah, dan faktor lainnya.
Padahal, dampak perkawinan anak bagi perempuan tidak sederhana. Perempuan rentan mengalami persoalan reproduksi yang belum siap hingga risiko kematian.
Ketua Umum PP POGI dr. Ari Kusuma Januarto, SpOG (K) menuturkan POGI mengajak semua sektor baik pemerintah, organisasi profesi, akademisi dan lainnya untuk berperan dalam penurunan AKI. Karena, menurutnya, seorang ibu nantinya akan menghasilkan generasi mendatang untuk bangsa ini.
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin juga mengatakan peningkatan kolaborasi interprofesi dibutuhkan untuk memperkuat pelayanan kesehatan primer dalam mencegah kematian ibu.
Baca juga: Polisi Selidiki Misteri Kematian Keluarga Kaya Rusia di Spanyol dalam Serangan Kapak Maut