Ahad 24 Apr 2022 05:42 WIB

Mafia Kok Minyak Goreng!

Perusahaan abaikan kewajiban 20 persen pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indasari Wisnu Wardhana (kiri) mengenakan baju tahanan usai ditetapkan menjadi tersangka dugaan kasus ekspor minyak goreng di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (19/4/2022). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dugaan permufakatan antara pemohon dengan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA, General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan, Tumanggor.
Foto: ANTARA/Puspen Kejagung
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indasari Wisnu Wardhana (kiri) mengenakan baju tahanan usai ditetapkan menjadi tersangka dugaan kasus ekspor minyak goreng di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (19/4/2022). Kejaksaan Agung menetapkan empat tersangka dugaan permufakatan antara pemohon dengan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor minyak goreng yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI Indasari Wisnu Wardhana, Senior Manager Corporate Affairs PT Permata Hijau Group, Stanley MA, General Manager PT Musim Mas, Togar Sitanggang dan Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Parlindungan, Tumanggor.

Oleh : Andi Nur Aminah, Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah video viral yang dishare di berbagai media sosial membuat saya tertawa tapi sekaligus merasa bersalah. Video itu mempertontonkan seorang pria menunduk di bawah meja dapur dan hendak memasang gas. Namun entah kenapa, sebuah wajan yang bertengger di atas kompor tiba-tiba oleng. Wajan itu berisi minyak cukup banyak. Isi minyaknya kemudian tumpah menyirami wajah dan badan pria tersebut.

Saya spontan beristigfar, kaget. Untungnya, minyak itu tidak dalam kondisi panas. Bayangkan saja jika panas, betapa horornya suasana di dapur tersebut.

Namun yang membuat saya tertawa adalah judul di video tersebut: Harta Berharga Gue Ambyar Tong! Komentar-komentar netizen pun ramai tak hanya menaruh kasihan pada si pemuda yang tersiram minyak. Justru banyak yang fokus mengomentari minyak yang tumpah.

Minyak mahal bang, emak gue nangis ngelihat ini," tulis warganet. "Aku menangis melihat ini, apalagi emakku," tulis warganet lainnya. "Minyak sewajan tumpah, mahal kan bang," tulis yang lain dan masih banyak lagi.

Minyak goreng memang masih jadi objek yang hangat diperbicangkan. Apalagi saat Ramadhan seperti ini, dimana menu-menu takjil favorit tetap saja ada gorengan yang bersaing dengan es buah. Belum lagi menjelang lebaran, penggunaan minyak goreng juga makin banyak.

Harga minyak kemasan di toko-toko ritel pun tetap stabil mahalnya. Setiap penjual kini memang bebas menaikkan harga minyak goreng, karena kebijakan harga eceran terendah (HET) minyak goreng kemasan telah dihapus. Maka jangan heran jika harganya berbeda-beda di sejumlah ritel.

Jika mau menjelajah situs-situs ritel seperti Alfagift atau klikIndomaret mudah saja mengecek harga-harga tersebut. Rata-rata harga jualnya di kisaran Rp 24 ribu sampai Rp 25 ribu per liter, atau ada juga yang nyaris Rp 26 ribu. Jika rajin mengecek, kadang harga itu bisa berubah turun, meski tak banyak. Misalnya turun harga Rp 300 hingga Rp 600.

Fluktuasi harga minyak goreng ini, rasanya sudah seperti harga emas atau harga saham yang naik turun dan banyak dipantau orang, terutama emak-emak atau pedagang. Meski memang tak sampai diminum, hampir setiap rumah tangga boleh dibilang membutuhkan minyak goreng.

Di tengah masyarakat mulai terpaksa beradaptasi dengan harga minyak goreng yang tinggi, tiba-tiba muncul berita seorang pejabat Kementrian Perdagangan ditetapkan sebagai tersangka. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan langsung penetapan para tersangka itu. Selain Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, adapun tiga tersangka dari pihak swasta lainnya. Mereka adalah Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) dan General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas. Kejaksaan Agung menetapkan mereka tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng.

Jaksa Agung menyebut, awalnya di akhir 2021 terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar. Pemerintah melalui Kemendag pun mengambil kebijakan menetapkan DMO atau domestic market obligation dan DPO atau domestic price obligation bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya. Selain itu, Kemendag menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.

"Dalam pelaksanaannya perusahaan ekportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah," ucap Burhanuddin.

Para pengusaha ini adalah para pemain minyak kelas kakap yang memproduksi merek-merek terkenal. PT Wilmar Nabati Indonesia misalnya adalah produsen minyak merek Fortune, Sania, Sovia, dan Siip. Perusahaan internasional ini memproduksi dan memasarkan banyak merek minyak goreng kelapa sawit ke negara-negara besar di Asia, Afrika, bahkan sebagian ke Eropa.

Lalu, mengutip situs resmi PT Musim Mas, www.musimmas.com, perusahaan ini memiliki enam merek minyak goreng. Yakni minyak goreng merek Amago, M&M, SunCo, Surya, Tani, dan Volla. Sedangkan dari laman resmi Permata Hijau Group, www.permatagroup.com, perusahaan yang berbasis di Kota Medan itu, adalah pemilik hak, dan distribusi empat merek minyak goreng kelapa sawit, yakni Parveen, Palmata, Permata, dan Panina.

Tiga perusahaan, mendapatkan Pajak Ekspor (PE) CPO dan turunannya dari Kemendag sejak Januari 2021, sampai Maret 2022. Akan tetapi dalam penerbitan PE tersebut, penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menyatakan adanya praktik melanggar hukum.

Masin menurut Kejaksaan Agung, pelanggarannya adalah PE CPO dan turunannya itu, diterbitkan tak sesuai syarat keharusan perusahaan mengalokasikan 20 persen kewajiban pemenuhan kebutuhan minyak goreng dalam negeri (DMO), dan ketentuan harga penjualan di dalam negeri (DPO). Pengabaian DMO inilah salah satu penyebab kelangkaan minyak dan melambungnya harga komoditas minyak goreng sampai saat ini.

Terbitnya PE untuk tiga perusahaan tersebut tentu saja hanya bisa dilakukan oleh pejabat Kemendag yang kini juga menjadi tersangka. Mereka bermufakat sehingga tetap bisa melakukan ekspor meski tak memenuhi syarat-syarat.

Pekerjaan mereka tak ubahnya mafia, sebuah perkumpulan rahasia yang berniat melakukan kejahatan.

Jika di dunia peradilan dikenal mafia peradilan, yaitu kelompok advokat yang menguasai proses peradilan sehingga mereka dapat membebaskan terdakwa jika terdakwa bisa menyediakan uang sesuai dengan jumlah yang mereka minta, nah ini adalah cara-cara mafia juga. Tapi, mafianya kok ya minyak goreng!

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement