REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Wali Kota Mariupol, Vadym Boichenko, mengatakan, nasib ratusan ribu warga sipil yang masih terperangkap di Mariupol berada di tangan Presiden Rusia Vladimir Putin. Boichenko mengatakan, saat ini terdapat 100 ribu warga sipil yang terjebak di Mariupol.
Sebelumnya Putin mengklaim kemenangan dalam pertempuran di Mariupol, setelah melakukan pengepungan selama hampir dua bulan. Pengepungan ini telah menyebabkan pertempuran paling intens. Di bawah pemboman berat, warga sipil yang bertahan di Mariupol hidup menderita tanpa listrik, pemanas, atau air.
“Penting untuk dipahami bahwa kehidupan masih ada, (nasib mereka) ada di tangan satu orang yaitu Vladimir Putin. Semua kematian yang akan terjadi juga ada di tangannya," kata Boichenko dalam sebuah wawancara.
Boichenko memperkirakan 90 persen infrastruktur dan bangunan di Mariupol telah rusak atau hancur sejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari. Boichenko mendesak Rusia untuk melakukan gencatan senjata dan mengevakuasi ratusan warga sipil yang terjebak di Mariupol.
"Hari ini di semua tingkatan, kami hanya berbicara tentang satu hal bahwa kami membutuhkan gencatan senjata, kami membutuhkan evakuasi penuh 100 ribu penduduk Mariupol yang merupakan tawanan pasukan Rusia, dan kami perlu membebaskan semua orang yang berada di Azovstal," ujar Boichenko.
Meski pasukan Rusia sekarang menguasai sebagian besar kota, para pejuang Ukraina bertahan di bunker bawah tanah kompleks baja Azovstal, bersama ratusan warga sipil dalam kondisi putus asa. Sebelumnya Putin telah mengatakan kepada para pembela Ukraina untuk meletakkan senjata mereka dan menyerah, atau mati. Namun para prajurit Ukraina tidak mau menyerah.
“Para prajurit tidak mau menyerah, mereka hanya mau pergi dengan senjata di tangan mereka dan terus membela tanah air kami, Ukraina,” kata Boichenko.
Boichenko mengatakan, dia masih berharap bisa melakukan sesuatu untuk membantu mereka yang terperangkap di Mariupol. Pekan ini Rusia dan Ukraina gagal mencapai gencatan senjata. Gencatab senjata bertujuan untuk mengirim 90 bus dam mengevakuasi sekitar 6.000 orang.
Kesepakatan gencatan senjata telah berulang kali gagal, dan Rusia serta Ukraina kerap saling menyalahkan. Sebagian besar penduduk telah pergi melarikan diri dengan mobil pribadi atau berjalan kaki.
"Hari ini adalah peristiwa bersejarah, 57 hari perang, dan hanya empat bus pertama yang meninggalkan Mariupol," kata Boichenko.
Pemerintah kota percaya bahwa puluhan ribu penduduk Mariupol telah tewas sejak dimulainya perang. Pada Kamis (21/4) tinjauan citra satelit oleh perusahaan Amerika Serikat, Maxar Technologies, menunjukkan situs kuburan massal di luar Mariupol yang telah diperluas dalam beberapa pekan terakhir. Kuburan itu menampung lebih dari 200 jasad baru.
Boichenko mengatakan, citra satelit itu adalah bukti pasukan Rusia mengubur mayat untuk menyembunyikan skala korban tewas di Mariupol. Namun Rusia menolak klaim Ukraina tersebut.
“Itu fakta. Mereka membawanya, dan menguburnya. Itulah yang mereka lakukan, dengan menyembunyikan kejahatan perang mereka di kuburan massal ini,” kata Boichenko. Rizky Jaramaya/Reuters