REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Federasi Tenis Belarusia (BTF) pada Kamis (21/4/2022) menilai keputusan penyelenggara Wimbledon untuk melarang petenis Rusia dan Belarusia dari turnamen karena alasan invasi Moskow ke Ukraina justru akan memicu kebencian dan intoleransi. Sebelumnya pada Rabu (20/4/2022) panitia pelaksana Grand Slam lapangan rumput mengumumkan bahwa petenis dari kedua negara dilarang dari turnamen tahun ini.
"Federasi Tenis Belarusia dengan tegas mengutuk keputusan penyelenggara Wimbledon untuk menangguhkan petenis Belarusia dan Rusia," kata BTF dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip Reuters, Jumat (22/4/2022).
Menurut BTF, pelarangan bertanding adalah tindakan yang destruktif dan sama sekali tidak berkontribusi pada penyelesaian konflik, tetapi hanya menghasut kebencian dan intoleransi atas dasar etnis. Keputusan itu membuat para petenis Belarusia termasuk peringkat keempat dunia Aryna Sabalenka dan juara Grand Slam dua kali Victoria Azarenka tidak akan bisa bertanding di turnamen yang akan berlangsung pada 27 Juni-10 Juli.
"Keputusan yang melanggar hukum dari organisasi tenis internasional mengenai petenis kami hanya dapat merusak reputasi organisasi ini," imbuh BTF.
Sebagai respons, BTF pun masih berupaya mencari jalan lewat bantuan hukum secara legal untuk mengatasi pelarangan itu. "Saat ini manajemen BTF masih berkonsultasi dengan firma hukum internasional tentang hukum olahraga dan mengembangkan strategi yang ditujukan untuk melindungi petenis Belarus di seluruh dunia dan tenis di dalam negeri pada umumnya," tulisnya.
Keputusan All England Lawn Tennis Club (AELTC) telah dikritik oleh ATP dan WTA Tours, meskipun dikatakan akan mempertimbangkan dan merespons jika keadaan berubah sejak sekarang hingga bulan Juni. Menteri Olahraga Inggris Nigel Huddleston, yang bulan lalu mengatakan dia tidak akan nyaman dengan atlet Rusia yang mengibarkan bendera Rusia dan memenangkan Wimbledon di London, menyambut baik keputusan AELTC.