REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia mengharapkan agar penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) pada tahun ini dilakukan lebih inklusif dengan meluaskan penyaluran kepada pekerja yang belum menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan dan para pekerja informal.
"Memang pembayaran itu berbasis pada data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Kita semua tahu tidak semua bahkan masih sedikit pekerja itu sudah tercakup dalam daftar kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Masih cukup banyak yang bekerja di perusahaan itu belum menjadi peserta," kata Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (22/4/2022).
Selain itu, dia menyoroti juga masih banyak pekerja Indonesia yang berstatus sebagai pekerja informal dan belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan, yang datanya digunakan menjadi dasar pemberian BSU.Robert mengkhawatirkan fakta tersebut dapat menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan antara yang masuk dalam peserta BPJS Ketenagakerjaan dan yang belum menjadi peserta.
Padahal, tuturnya, keduanya sama-sama merasakan kesulitan yang sama sebagai dampak pandemi terhadap perekonomian."Kalau tujuan pemerintah memastikan daya beli mereka meningkat dan kemudian tingkat konsumsi bergerak, harusnya ada perluasan kepesertaan atau ada perluasan penerima manfaat," ucapnya.
Dia memahami bahwa penggunaan data BPJS Ketenagakerjaan dilakukan untuk memastikan data calon penerima manfaat.Tetapi dalam kerangka menghadirkan keadilan bagi mereka semua yang berhak atas instrumen pelayanan negara, kata Robert, maka Ombudsman berharap ini makin inklusif dan meluaskan cakupan penerima manfaat.
"Itu sesungguhnya untuk menutup ketimpangan dan juga menggerakkan ekonomi yang merupakan tujuan dari pemerintah," ujar Robert.Sebelumnya, pemerintah kembali mengucurkan BSU bagi pekerja pada 2022 setelah mengucurkan bantuan tersebut pada 2020 dan 2021.