REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Para ilmuwan mengatakan musim panas lalu adalah yang terpanas di Eropa. Suhu maksimal satu derajat celcius lebih tinggi dari rata-rata selama tiga dekade sebelumnya.
Sebuah laporan yang dirilis oleh Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa pada Jumat (22/4) menemukan, bahwa sementara musim semi 2021 lebih dingin dari rata-rata, musim panas ditandai oleh gelombang panas yang parah dan tahan lama. Bahkan banyak rekor suhu baru, termasuk 48,8 Celcius yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan diukur di Sisilia pada Agustus lalu.
Suhu tinggi yang berkepanjangan berkontribusi pada kebakaran hutan seperti yang terlihat di Siberia, Yunani, dan Turki pada tahun lalu. Para ahli mengatakan hal itu meningkatkan kemungkinan curah hujan lebat dari jenis yang menyebabkan banjir mematikan di Belgia dan Jerman pada Juli lalu lebih mungkin terjadi di masa depan.
Suhu permukaan laut tahun lalu lebih tinggi daripada kapan pun di Laut Mediterania timur dan sebagian Laut Baltik sejak setidaknya pada 1992. Merkuri naik lebih dari lima celcius di atas rata-rata selama musim panas.
Laporan Copernicus Climate Change Service, kecepatan angin tahunan di beberapa bagian Eropa barat dan tengah termasuk yang terendah setidaknya sejak 1979. Hal ini menyebabkan pengurangan perkiraan potensi tenaga angin yang menjadi salah satu sumber utama energi terbarukan yang dimiliki negara-negara Eropa. Wilayah Eropa saat ini sedang berjuang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik.
Temuan badan tersebut didasarkan pada stasiun cuaca berbasis darat dan pengamatan satelit sejak 1950. Secara global, laporan tersebut menunjukkan bahwa 2021 berada di peringkat antara tahun terpanas ke-7 dan ke-5 dalam catatan, tergantung pada kumpulan data yang digunakan. Dwina Agustin/ap