REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketika seseorang melakukan safar (perjalanan safar) entah untuk tujuan mudik kampung halaman ataupun keperluan yang lain, maka terdapat hukum-hukum syariat yang harus ditunaikan bagi yang menjalankannya.
"Oleh karena itu seseorang yang sedang dalam perjalanan dakwah dia mengetahui fiqih safar," tulis KH Jeje Zenudin dalam bukunya "Seputar Masalah Puasa, Itikaf, Lailatul Qadar dan Lebaran".
Hukum-hukum (fiqih) safar telah Allah SWT jelaskan dalam Alquran dan hadits Rasulullah SAW. Tentang safar Allah SWT dalam surat An Nisa ayat 101 berfirman:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ "Dan apabila kamu berpergian di muka bumi maka tidaklah mengapa kamu mengqashar sholat."
Kiai Jeje mengatakan, menurut Ibnu Katsir bepergian di muka bumi pada ayat di atas itu maksudnya safar. Dalam surah Ali Imran ayat 137, Allah SWT juga berfirman:
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
"Sungguh telah berlaku sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah kamu ke segenap penjuru bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan rasul-rasul."
Sementara itu, dalam surat Al Hajj ayat 46 didapatkan pula keterangan tentang safar. Allah SWT berfirman:
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
"Maka tidak pernah mereka berjalan di bumi, sehingga hati akan mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar. Sebenarnya bukan mata itu yang buta tetapi yang buta itu ialah hati yang di dalam dada."
Sabda Rasulullah diriwayatkan dari Abu Hurairah ra Rasulullah SAW bersabda:
السّفَرُ قِطعَةٌ مِنَ العَذاب يَمنَعُ أحَدَكُم طَعامَه وشَرابَه ونَومَه فإذَا قَضَى نَهْمَتَهُ فلْيُعَجِّلْ إلى أهْلِه
"Safar (perjalanan) itu sepotong dari azab, yang salah seorang di antara kalian terhalangi dari makanan, minuman dan tidurnya. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara kalian telah menunaikan keperluannya, hendaklah dia segera kembali kepada keluarganya.”
Kiai Jeje mengatakan, yang dimaksud azab di sini bukanlah balasan yang diperoleh karena melakukan perbuatan dosa tapi perasaan tersiksa dan merasa sakit.
Yaitu rasa sakit yang ditimbulkan karena kesulitan yang terjadi pada perjalanan baik dengar kendaraan atau jalan kaki dengan meninggalkan sesuatu yang biasa berlaku.
"Rasa lelah dan kesulitan karena cuaca panas atau dingin atau hujan, kesusahan hati dan ketakutan perasaan sedih berpisah dengan keluarga dan shabat serta merasakan kerasnya hidup," katanya.