REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Perusahaan pertahanan Jerman, Rheinmetall meminta persetujuan untuk mengekspor 100 kendaraan tempur infanteri, Marder ke Ukraina. Sebuah sumber pertahanan mengatakan, ini akan menjadi pengiriman senjata berat pertama dari Jerman ke Ukraina.
Perusahaan Rheinmetall sedang mencari lisensi ekspor untuk kendaraan tempur tersebut, sebelum mengirimkannya ke Ukraina. Langkah Rheinmetall memaksa Kanselir Olaf Scholz mengambil posisi yang jelas tentang apakah senjata berat dapat dikirim langsung dari Jerman ke Ukraina. Sebab, kesepakatan ekspor kendaraan tempur Marder memerlukan persetujuan dari dewan keamanan nasional, yang dikepalai oleh Scholz. Seorang juru bicara Rheinmetall menolak berkomentar mengenai rencana ekspor tersebut.
Scholz menghadapi kritik yang berkembang di dalam dan luar negeri, karena keengganannya mengirimkan senjata berat seperti tank dan howitzer ke Ukraina. Permintaan Ukraina untuk senjata berat telah meningkat sejak Moskow mengalihkan serangannya ke wilayah Donbas di Ukraina timur. Pertempuran di wilayah timur dianggap lebih cocok menggunakan tank daripada daerah lainnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, sangat penting bagi Ukraina mendapatkan lebih banyak senjata. Zelenskyy mengatakan, pasokan senjata berat penting bagi Ukraina untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Rusia.
"Segera setelah kami memiliki (lebih banyak senjata), percayalah, kami akan segera merebut kembali wilayah ini atau wilayah yang untuk sementara diduduki," ujar Zelenskyy.
Para pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) menjanjikan bantuan baru kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy senilai ratusan juta dolar. Tambahan bantuan ini diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, ketika bertemu Zelenskyy di Kiev, Ahad (24/4).
Dalam pertemuan tersebut, Amerika Serikat telah menyetujui penjualan amunisi senilai 165 juta dolar AS, bersama dengan pembiayaan militer asing senilai lebih dari 300 juta dolar AS.