Senin 25 Apr 2022 20:31 WIB

Menteri Investasi: 1.118 IUP Telah Dicabut

Pencabutan IUP merupakan tindak lanjut arahan Presiden Jokowi pada 6 Januari 2022

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menggelar konferensi pers tentang perkembangan proses pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Gedung Kementerian Investasi di Jakarta, Senin (25/4).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menggelar konferensi pers tentang perkembangan proses pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Gedung Kementerian Investasi di Jakarta, Senin (25/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi telah mencabut sebanyak 1.118 Izin Usaha Pertambangan (IUP) hingga 24 April 2022. Jumlah tersebut, setara dengan 53,8 persen dari target rekomendasi IUP yang akan dicabut yakni sebanyak 2.078 izin.

"Dari 1.118 izin tersebut total areal yang dicabut sebesar 2.707.443 hektare," kata Ketua Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi sekaligus Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/4/2022). Secara rinci, ke 1.118 IUP yang dicabut itu terdiri dari 102 IUP nikel (setara 161.254 hektare), 271 IUP batu bara (setara 914.136 hektare), 14 IUP tembaga (seluas 51.563 hektare), 50 IUP bauksit (311.294 hektare), 237 IUP timah (374.031 hektare), 59 IUP emas (529.869 hektare) dan 385 IUP mineral lainnya (setara 365.296 hektare).

Baca Juga

Ia mengatakan pencabutan IUP merupakan tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 lalu. Presiden memerintahkan agar dilakukan pencabutan 2.078 Izin Usaha Pertambangan, dan 192 izin penggunaan kawasan hutan, 34.448 hektare Hak Guna Usaha (HGU) yang tidak dijalankan, tidak produktif, dialihkan ke pihak lain, maupun yang tidak sesuai dengan peruntukan atau peraturan.

Setidaknya ada beberapa alasan pemerintah mencabut IUP, utamanya karena IUP yang diberikan ke pengusaha tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. "Contoh IUP ini dipakai untuk digadaikan di bank. Ini nggak boleh. Atau IUP ini diambil, habis itu diperjualbelikan, atau IUP ini diambil, cuma ditaruh di pasar keuangan tanpa mengimplementasikan di lapangan. Atau IUP ini pegang, hanya untuk ditahan sepuluh, sekian puluh tahun kemudian baru dikelola," kata dia.

Padahal, menurut Bahlil, pemberian izin diharapkan dapat mempercepat proses pertumbuhan ekonomi, meningkatkan hilirisasi, sekaligus meningkatkan nilai tambah pada kawasan-kawasan ekonomi baru di seluruh wilayah Indonesia. Alasan lain pemerintah mencabut IUP yaitu karena pengusaha enggan mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Bahkan ada pengusaha sengaja tak mengurusnya dalam 6-7 tahun hingga puluhan tahun.

Ada pula kasus pengusaha yang telah memiliki IUP dan IPPKH namun tidak mengurus Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) karena ada niat-niat tertentu. Bahlil juga mengemukakan kasus pengusaha yang memiliki IUP, IPPKH dan RKAB tapi proyeknya tak juga jalan karena kekurangan pendanaan.

"IUP ini diberikan kepada teman-teman yang langsung bisa mengeksekusi. Kalau dia nggak ada duit, berarti dia harus cari partner cepat. Tapi jangan terlalu lama, karena konsesinya bisa ditahan pengusaha tertentu sementara orang yang bawa duit nggak bisa jalan," katanya.

Walau tegas melakukan pencabutan, Bahlil mengungkapkan pihaknya tidak ingin berbuat semena-mena kepada para pengusaha. Ia memastikan Satgas hanya akan mencabut IUP yang memang memenuhi syarat untuk dicabut.

"Tapi kalau sudah bagus kita tidak bisa semena-mena kepada pengusaha. Yang sudah bagus harus tetap mereka jalankan usahanya, Satgas membuka ruang kalau ada teman-teman saya yang mau melakukan proses keberatan monggo lewat Satgas," kata dia.

Tercatat hingga kini sudah ada 227 perusahaan yang mengajukan keberatan. Sebanyak 160 perusahaan di antaranya telah diundang memberikan klarifikasi.

"Kalau kemudian ternyata mereka itu benar, pengusahanya benar, ya kita harus kembalikan posisinya lewat mekanisme pengambilan keputusan yang ada pada pemerintah dan Satgas. Dalam hal ini Kementerian Investasi dan Kementerian ESDM. Ini untuk menghilangkan rasa ketidakadilan," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement