REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, memperingatkan Barat agar tidak meremehkan peningkatan risiko konflik nuklir atas Ukraina. Lavrov mengatakan, NATO terlibat dalam perang proxy dengan Rusia karena memasok persenjataan ke Ukraina.
Lavrov mengatakan, inti dari setiap kesepakatan untuk mengakhiri konflik di Ukraina akan sangat bergantung pada situasi militer di lapangan. Lavrov menambahkan, Rusia telah melakukan segala upaya untuk mencegah perang nuklir.
"Ini adalah posisi kunci kami di mana kami mendasarkan segalanya. Risikonya sekarang cukup besar. Saya tidak ingin meningkatkan risiko itu secara artifisial. Banyak yang menyukai itu. Bahayanya serius, nyata. Dan kita tidak boleh meremehkannya," ujar Lavrov.
Rusia melancarkan operasi militer khusus ke Ukraina pada 24 Februari. Ini adalah serangan terbesar di negara Eropa sejak 1945. Operasi militer Rusia telah menyebabkan ribuan orang tewas atau terluka, dan memaksa lebih dari 5 juta warga Ukraina melarikan diri ke luar negeri.
Moskow mengatakan, tujuan operasi militer adalah melucuti senjata Ukraina dan melindunginya dari gerakan fasis. Ukraina dan Barat mengatakan, Rusia menggunakan dalih palsu untuk perang. Lavrov menyalahkan Washington atas kurangnya dialog.
“Amerika Serikat praktis telah menghentikan semua kontak hanya karena kami berkewajiban untuk membela Rusia di Ukraina,” kata Lavrov.
Lavrov mengatakan, pasokan senjata canggih Barat, termasuk rudal anti-tank Javelin, kendaraan lapis baja dan pesawat tak berawak canggih adalah tindakan provokatif yang diperhitungkan untuk memperpanjang konflik daripada mengakhirinya. Lavrov berpendapat, persenjataan tersebut akan menjadi target yang sah bagi militer Rusia.
"Fasilitas penyimpanan di Ukraina barat telah menjadi sasaran lebih dari sekali (oleh pasukan Rusia). Bagaimana bisa sebaliknya?. NATO, pada dasarnya, terlibat dalam perang dengan Rusia melalui proxy dan mempersenjatai proxy itu. Perang berarti perang," kata Lavrov.
Lavrov mengatakan bahwa, otoritas Kyiv tidak bernegosiasi dengan itikad baik. Sementara menurut Lavrov, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy sibuk mencari citra publik daripada bernegosiasi.